adsense

Pemenang Kehidupan

Suatu hari, dua orang sahabat menghampiri sebuah lapak untuk membeli buku dan majalah. Penjualnya ternyata melayani dengan buruk. Mukanya pun cemberut. Orang pertama jelas jengkel menerima layanan seperti itu. Yang mengherankan, orang kedua tetap enjoy, bahkan bersikap sopan kepada penjual itu. Lantas orang pertama itu bertanya kepada sahabatnya, “Hei. Kenapa kamu bersikap sopan kepada penjual yang menyebalkan itu?”
Sahabatnya menjawab, “Lho, kenapa aku harus mengizinkan dia menentukan caraku dalam bertindak? Kitalah sang penentu atas kehidupan kita, bukan orang lain.”
“Tapi dia melayani kita dengan buruk sekali,” bantah orang pertama. Ia masih merasa jengkel.
“Ya, itu masalah dia. Dia mau bad mood, tidak sopan, melayani dengan buruk, dan lainnya, toh itu enggak ada kaitannya dengan kita. Kalau kita sampai terpengaruh, berarti kita membiarkan dia mengatur dan mempengaruhi hidup kita. Padahal kitalah yang bertanggung jawab atas diri sendiri.”
Sahabat, Tindakan kita kerap dipengaruhi oleh tindakan orang lain kepada kita. Kalau mereka melakukan hal yang buruk, kita akan membalasnya dengan hal yang lebih buruk lagi. Kalau mereka tidak sopan, kita akan lebih tidak sopan lagi. Kalau orang lain pelit terhadap kita, kita yang semula pemurah tiba-tiba jadi sedemikian pelit kalau harus berurusan dengan orang itu.
Coba renungkan. Mengapa tindakan kita harus dipengaruhi oleh orang lain? Mengapa untuk berbuat baik saja, kita harus menunggu diperlakukan dengan baik oleh orang lain dulu? Jaga suasana hati. Jangan biarkan sikap buruk orang lain kepada kita menentukan cara kita bertindak! Pilih untuk tetap berbuat baik, sekalipun menerima hal yang tidak baik.

Kejujuran membawa kepercayaan yang tinggi

Seorang DIREKTUR yang hampir pensiun sedang mencari pengganti untuknya, untuk memegang tampuk atau penerus di perusahaan besarnya, beliau memilah dan memilih untuk menggantikan kedudukannya di antara karyawan-karyawan terbaiknya.
Oleh karena itu, beliau memanggil semua staff eksekutif di kantornya. Lalu beliau memberikan masing-masing satu butir BENIH jagung. Kemudian beliau berkata, " Tanam dan siram benih jagung ini dengan teratur, rawatlah dengan baik dan kembalikanlah dua bulan dari sekarang dengan membawa tanaman jagung yang tumbuh dari benih ini. Yang terbaik dari masing-masing saudara, akan saya jadikan pengganti sebagai DIREKTUR perusahaan ini."
Staff bernama Tomi pulang ke rumahnya. Ia membawa benih yang sudah siap dirawat. Setiap waktu benih yang ia miliki disiram dengan air, tak lupa ia juga memberikan pupuk. Setelah 1 bulan, semua staff eksekutif di dalam kantor saling membicarakan tentang tumbuh suburnya tanaman mereka. Hanya Tomi yang merasa resah sebab benihnya tidak mau tumbuh sama sekali.
Tomi merasa gagal akan merawat tanamannya. Setelah sampai dua bulan, seluruh staff eksekutif menghadap DIREKTUR untuk memperlihatkan hasil benih yang mereka tanam. Sebelum berangkat ke kantor, Tomi berkata kepada sang istri bahwa Tomi tidak akan membawa tanaman yang ada di pot yang kosong. Namun si istri mendorong untuk mengatakan hal yang sebenarnya terjadi. Tomi sadar bahwa sang istri memberikan saran yang sangat benar dan jujur.
Sesampai di kantor tepatnya diruang pertemuan, Seluruh mata staff memandang pot milik Tomi dengan kasihan. Bel berbunyi lalu DIREKTUR masuk ruangan dimana staff berkumpul, beliau memandang keindahan seluruh tanaman itu, dan akhirnya berhenti didepan Tomi yang tertunduk malu dan tanpa senyum sedikitpun. DIREKTUR meminta Tomi maju ke depan untuk menceritakan kronologisnya. Bagaimana asal-muasal benih jagung yang ia miliki tidak tumbuh.
Ketika Tomi selesai bercerita, DIREKTUR berkata "Berikan tepuk tangan untuk Tomi, Tomi saya angkat menjadi DIREKTUR baru disini, dialah yang berhak menggantikan saya". Beliau melanjutkan kata-katanya, "Semua benih yang saya berikan kepada kalian, sebelumnya telah direbus dengan air panas supaya tidak tumbuh lagi. Jika benih yang kalian dapatkan bisa tumbuh, berarti kalian telah menukarnya dan berbohong kepadaku. kecuali Tomi, hanya dia yang JUJUR".
Kawan, ketika kita dihadapkan pada kenyataan yang pelik. Kita tidak perlu melampauinya dengan akal kebohongan. Sebab, kejujuran yang menyebabkan rasa malu akan menimbulkan kepercayaan yang tinggi dari orang lain. Semoga kita masih diberi petunjuk untuk berkata dan melakukan sesuatu hal yang jujur kepada sesama.

Temuan BPK Pertaruhkan Nasib UN 2014

JAKARTA - Anggota Komisi X DPR RI Reni Marlinawati mengatakan, adanya temuan kerugian negara oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI dalam pelaksanaan Ujian Nasional 2012 dan 2013 memperkuat keraguan masyarakat tentang UN selama ini.

"Kerugian negara ini mempertegas keraguan berbagai pihak bahwa pelaksanaan UN 2012 dan 2013 bermasalah. Kan sudah banyak diperlihatkan itu, dari pengadaan, distribusi dan lain-lain yang tidak tepat waktu," kata Reni, Jumat (20/9).

Bahkan, politisi dari fraksi PPP ini dengan tegas menyebut pelaksanaan UN 2013 itu ilegal karena banyak peraturan perundang-undangan yang tidak terpenuhi sebagai dasar pelaksanaan UN. Namun dia menyayangkan karena pemikirannya tidak sejalan dengan rekan-rekannya di Komisi X yang membawahi bidang pendidikan.

"Temuan BPK itu mengindikasikan bahwa memang ada masalah dalam UN. Dari awal sudah masalah. Dari segi hukum, secara konsep itu sudah ada yang dilanggar makanya muncul pelanggaran-pelanggaran selanjutnya," jelas Reni.

Menyikapi temuan BPK RI tersebut, Reni mengaku belum bisa mengomentarinya lebih banyak karena baru mengetahuinya dari media. Namun dia memastikan temuan itu akan dibahas di Komisi X, karena saat ini saat ini pembahasan anggaran pendidikan dengan Kemdikbud sedang berjalan.

"Nanti tetap diagendakan (pertemuan). Apakah dengan keadaan ini (temuan BPK) UN harus dihapuskan, apakah harus diganti atau gimana. yang jelas harus ada konsekuensi yang dilakukann akibat temuan ini. Termasuk bagaimana mekanisme UN 2014," jelasnya. (fat/jpnn)

Berita di atas Motor



“Way, kok belok ke kanan, ke kiri dong.” Mendengar tegoran tersebut, seketika saya langsung tersadar dari lamunan dan langsung membelokkan laju motor ke arah kiri. “Lupa yah, jalannya atau gimana,” tanya istri saya melanjutkan keheranannya.Tak mau berbohong, akhirnya saya menjawab keheranan dia. Sebab, kalau tidak dijawab juga, mungkin dia akan terus merepet-repet terus. “Enggak, tadi lagi ngelamun mikirin berita aja,” kata saya jujur.Rupanya, jawaban ini bukan jawaban yang terbaik dari saya. Mendengarnya, ia malah marah-marah lagi.
          “Ngapain sih kamu mikirin kayak gitu di motor. Bikin celaka tahu, jangan lagi-lagi yah,” ucap istri saya dengan sangat cepat, mungkin mengalahkan kecepatan motor saya yang makin lama makin butut itu.“Iya-iya, enggak lagi deh, tapi gimana udah kebiasaan dari dulu,” kata saya berusaha membela diri. Sebenarnya, kebiasaan ini bukan milik saya pribadi. Mungkin, seluruh wartawan yang ada, sering melakukan kebiasaan ini. Di kejar-kejar deadline, membuat mereka memikirkan berita kapan saja dan di mana saja. Di bus, motor, atau mobil pribadi. Setiap saat dan setiap waktu yang dipikirkan adalah bagaimana menulis berita yang layak naik cetak.Kebiasaan ini, saya duga, sudah ada sejak menjadi wartawan. Saya sendiri sudah didoktrin untuk melakukan hal seperti ini. Ketika di jalan mencari berita, menuju kantor, hingga pulang harus tetap memikirkan bagaimana mencari berita, menemukan gaya penulisan, mencari sudut yang menarik, hingga bagaimana menulisnya.
           “Wartawan yang baik itu adalah wartawan yang mulai memikirkan bagaimana menulis beritanya sebaik mungkin,ketika mencari berita, sebelum datang ke kantor juga waktu pulang buat nyari berita besok. Kalau bisa di atas motor semuanya udah langsung dipikirin,” kata bos saya di kantor dulu, Zaenudin HM.Disadari atau tidak ucapan itu berpengaruh banyak kepada saya. Pikiran untuk menulis sebaik mungkin sudah langsung muncul ketika saya menerima berita. Jika berita yang didapat sama sekali kurang menarik, otak pun semakin keras diputar.“Waduh, gimana caranya nih biar bisa masuk ke koran,” pikir saya dalam hati setiap kali mendapatkan berita yang menurut saya kurang menarik.Bagi wartawan, berita yang masuk ke koran, merupakan kebanggaan tersendiri. Gagal mendapatkan berita menarik akan jadi kekecewaan tersendiri. Atau bisa dikatakan kalah besar dengan wartawan lain yang mampu menaikkan berita mereka ke halaman koran.Keengganan untuk kalah tersebut, membuat wartawan, mungkin wartawan-wartawan lainnya berusaha keras mengolah berita agar mampu naik cetak. Saking butuh berpikir keras, di atas motor pun, saya berusaha untuk mencari angle-angle yang tepat.
Hingga saat ini, saya cukup beruntung, tidak mengalami kejadian aneh-aneh saat melakukan hal ini. Namun, saat ini, setelah mempunyai keluarga, saya kayaknya harus berpikir ulang akan kebiasaan ini. Saya mungkin masih boleh memikirkan berita, tapi jangan di atas motor.

“Ingat Keluarga di Rumah Menunggu Anda,” slogan polisi itu pun akhirnya melintas di benak saya.