adsense

artikel ISBAL

1. Pengertian Isbal
A. Makna Isbal Menurut Bahasa
1. Ibnu Atsir mengatakan didalam kitabnya An Nihayah Fii Gharibil Hadits juz          339 tentang Hadits (Yang artinya) “ tiga jenis yang tidak dilihat oleh Allah pada           hari kiamat : “Orang yang Musbil“. Artinya adalah orang yang memanjangkan   pakaiannya dan membiarkannya sampai ketanah saat berjalan.”
2. Ibnu Manzhur mengatakan dalam Kitab Lisanul ‘Arab juz 6 hal. 163 : artinya       menurunkannya. Dan jika dikatakan : adalah apabila ia memanjangkannya dan             melabuhkan pakaiannya sampai menyentuh tanah.
3. Imam Ar Razi mengatakan dalam Mukhtarush Shihah hal. 283 yaitu apabila           ia memanjangkannya.

B\. Menurut istilah :
1. Imam Nawawi mengatakan :” Adapun sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa         sallam maknanya adalah memanjangkan ujungnya.” (Syarah Shahih Muslim juz2        hal. 116,  bab Ghalthu Tahrimil Isbalil Izari)
2. Pengarang ‘Anunul Ma’bud mengatakan arti hadits “ hati-hati engkau terhadap       Isbal kain ” yaitu hati-hatilah engkau, jangan menurunkan dan         memanjangkannya di bawah mata kaki” (‘Aunul Ma’bud Syarah Sunan Abi      Daud juz 11 hal. 136 \ Kitabul Libas \ Bab Maa Ja’a Fii Isbalil Izar).

Definisi lain dari Isbal :
Berkata Sipemilik Kamus (maksudnya adalah"Kamus Almnhiith", pent.), pada halaman 1308 artinya: "air mata dikatakan isbal apabila mengalir" a llangit isbal, yakni "menurunkan hujan"'. apabila ia seseorang menurunkan pakaiannya".

Berkata Ibnul Atsir tsfeb dalam An-Nihayah (2/339): "Di dalam hadits dikatakan :
Ada tiga golongan orang yang tidak akan dilihat Allah di hari Kiamat: orang yang isbal pakaiannya, yakni orang yang memanjangkan pakaiannya dan menyeretnya ke tanah apabila ia berjalan, dan sematamata dia melakukannya karena sombong dan angkuh"

PENGERTIAN "AL-KHUYALAA'"
Berkata Al Feiruz Abadi dalam kamus Al-Muhiith (halaman 1288):  adalah (kesombongan).
Dalam "An-Nihayaji" f{2/o93,)„ disebutkan: "Dan di dalam hadits: yang artinya: "Barang siapa 'yang memajangkan pakaiannya karena "khuyala"' maka Allah tidak akan memandang kepadanya ". Kata khuyala' dan khiyala'

PENGERTIAN AL-KA'BAIN"
Mengenai pengertian "Al ka'bain" terdapat tiga perbedaan pendapat :
Pertama: Imam Malik, Imam Syafi'i dan jumhur ahli sunnah berpendapat bahwa yang dimaksud dengan Al Ka'bain adalah dua tulang yang menonjol pada persendian antara betis dan telapak kaki dari dua arah (kanan dan kiri). Dan dalam bahasa Arab setiap yang menonjol itu dinamakan "ka'b" sehingga tetek wanita yang menonjol dari dadanya juga dinamakan "ka'b".
hukum isbal

Kedua: Ibnul Qasim berkata: "Yang dimaksud dengan Al ka'bain adalah dua tulang yang menonjol di depan telapak kaki", dan Muhammad bin Al- Hasan As- Syaibani juga mengatakan demikian (Lihat Ahkaamul Qur'an oleh Ibnul Araby 2/580).
Ketiga: Ada sekelompok orang yang berpendapat bahwa "Al Ka'bain" adalah kedua tulang vang terdapat di punggung telapak kaki. Dan ini adalah pendapat mazhab syi'ah.
Yang paling kuat adalah pendapat pertama, sebab kita diperintahkan untuk membasuh kedua kaki sampai kedua ka'bain (mata kaki) bahkan Rasulullah SAW telah mempraktekkannya sebagai penerarapan dari firman Allah SWT.
"                   Dan usaplah kepalamu dan (basuhlah) kakimsampai kepada kedua matakaki."
Maka barang siapa yang tidak membasuh ka'bain, yakni dua tulang yang menonjol pada persendian antara betis dan telapak kaki (yakni mata kaki), maka wudhunya tidak sah. Adapun menurut Syi'ah orang yang tidak membasuh kedua mata kakinya, wudhunya tetap sah dan ini adalah pendapat yang bathil, sebab bertentangan dengan hadits dari Khalid bin Ma'dan.
"Bahwasanya Nabi melihat seorang laki-laki yang pada punggung telapak kakinya ada belang sebesar dirham yang tidak terkena air wudhu, lalu beliau menyuruhnya untuk mengulangi wudhu dan shalatnya" (Hadits Shahih ditakhrij oleh Ahmad dan Abu Daud, lihat Al Irwaa' no. 86).
Dan juga bertentangan dengan hadits:
     Neraka Wail-lah bagi tumit-tumit (yang tidak terkena air wudhu." (Muttafaq'Alaih)
Selanjutnya bahwasanya ayat terdahulu seperti:
"Maka basuhlah wajahmu dan kedua tanganmu sampai ke siku." (QS Al-Maidah 6 )


Maka sesungguhnya pembahasan tentang masuknya kedua kaki dalam istilah ka'bain sama halnya dengan masuknya siku dalam masalah wudhu, sebab ka'b itu termasuk dalam kategori betis sebagaimana halnya siku masuk dalam kategori lengan (demikianlah yang dikatakan oleh Abu Bakar Ibnul Araby dalam Qur'an 2/580).
Dan barangsiapa menginginkan pembahasan lebih luas dalam masalah ini, maka hendaklah merujuk kepada kitab An Nihayah oleh Ibnul Atsiir (4/148), Lisaanul Arab (1/717) dan Qamus Al-Muhiith (hal. 168).

2. Dalil-dalil yang Menunjukkan Bahwa Menjulurkan Pakaian (Melewati Mata Kaki )  Karena Sombong Termasuk Salah Satu Dari Dosa Besar.
2.1 Dari Kitabullah
Allah Ta’ala Berfirman :
"Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan  sombong, karena sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan sampai setinggi gunung". (QS. Al-lsra': 37)
Dan Allah berfirman:
"Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri." (QS. Luqman: 18).


2.1 Dari As-Sunnah
Dari Ibnu Umar bahwasanya Rasulullah bersabda:
"Sesungguhnya orang yang menurunkan pakaiannya (melewati mata kaki,vmL) dengan sombong tidak akan dipandang oleh Allah pada hari kiamat nanti". (Muttafaq 'Alaih).
Dan Ibnu Majah telah mentakhrij (hadits ini) dari hadits Abu Hurairah secara makna.


2. Dari Abu Sa'id secara marfu':
" barangsiapa yang menurunkan pakaiannya (di bawah mata kaki) karena sombong, niscaya Allah tidak akan memandang kepadanya." ( Hadits Shahiihul Jaami' no.6592).

3.  Dari Ibnu Mas'ud  berkata: Rasulullah bersabda:
"Tidak akan masuk jannah, orang yang di dalam hatinya terdapat seberat dzarrah dari kesombongan." (Ditakhrij oleh Muslim 2/ 89, Syarah An-Naivawy).

4. Dari 'Amri bin Syu'aib, dari bapaknya, dari kakeknya, dari Nabi :
"Akan dikumpulkan orang-orang yang menyombongkan diri pada hari kiamat nanti seperti semut kecil dengan rupa manusia, mereka dilampaui oleh segala sesuatu karena kecilnya sampai mereka masuk ke dalam suatu penjara di dalam neraka Jahannam yang diberi nama "Bulas", api-api meliputi mereka. Mereka diberi minum dari tanah busuk hasil perasan penduduk neraka." (Ditakhrij oleh Ahmad dengan sanad yang hasan).

3. Haram Melakukan Isbal Walau Tidak disertai Rasa Sombong
Ketahuilah wahai hamba Allah -semoga Allah memberikan pengetahuan kepadaku dan juga anda- bahwasanya melakukan isbal (bagi laki-laki) diharamkan karena beberapa alasan:
Pertama: Terdapat ancaman Neraka bagi orang yang melakukan isbal sekalipun tidak disertai rasa sombong, sebagaimana terdapat dalam haditshadits berikut:
1. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas secara marfu':
'Setiap sesuatu yang melewati mata kaki dari pakaian (tempatnya adalah) di Neraka" (Lihat Shahiihul Jaami' no. 4532)
2. Dari Abu Hurairah dari Nabi beliau bersabda:
"Apa yang turun melewati mata kaki dari pakaian maka (tempatnya) di Neraka" (Hadits ini ditakhrij oleh Al-Bukhari).
3. Dari Aisyah dari Nabi :
"Apa saja yang berada di baivah mata kaki dari pakaian (tempatnya) di Neraka" (Hadits Shahih nditakhrij oleh Ahmad)
4. Dari Samurah bin Jundub juga seperti hadits di atas.




5. Dari Ibnu Umar ^fe dia berkata Rasulullah bersabda:
"Apa saja yang di balik (di bawah) mata kaki maka (tempatnya) di Neraka" (Lihat Shahihul Jaami' No.5618)
Kedua: Terdapat perintah untuk mengangkat pakaian.
6. Dari Amru bin As Syarid berkata Rasulullah bersabda kepada seorang laki-laki yang menjulurkan pakaiannya (ke tanah):
"Angkatlah pakaianmu dan bartaqwalah kepada Allah" (Takhrijnya akan disebutkan kemudian insya Allah ).
7. Hadits Nabi:
"Sebaik-baik lelaki adalah Khuraim Al Asady sekiranya tidak panjang rambutnya dan (tidak) isbal pakaiannya."
(Hadits ini derajatnya Hasan Lighairih. Ditakhrij oleh Ahmad 4/321, 322, 345, dari hadits Khuraim bin Fatik Al-Asadi. Di dalam sanadnya terdapat Abu Ishaq, dia adalah As-Sabi'iy seorang mudallis. Dia telah mu'an'anah (meriwayatkan hadits dalam bentuk ,  ) , namun dia mempunyai penguat dari hadits Sahi bin Hanzhaliyyah yang ditakhrij oleh Ahmad 4/179-180, ditakhrij juga oleh Abu Daud 4/348, dan di dalamnya terdapat perawi yang bernama Qais bin Bashir bin Qais At -Taghliby. Tidak ada yang meriwayatkan dari beliau selain Hisyam bin Sa'd Al- Madany. Abu Hatim berkata: "Saya tidak melihat sesuatu kejanggalan dalam hadits beliau.
Dan Ibnu Hibban memuatnya dalam perawiperawi tsiqah.

isbal


Berkata Al Hafidz tentang beliau "Maabul" (diterima periwayatannya,, pent.), yakni tatkala diikutkan, kalau tidak maka ia adalah Layyinul Hadits (lemah haditsnya). Dengan demikian maka hadits ini derajatnya Hasan Lighairih (mencapai hadits hasan karena ada hadits lainnya, pent.) walhamdu lillahi wal minnah. Dan telah dihasankan pula oleh An-Nawawi dalam Riyadhus Shalihin.
Maka perhatikanlah dua hadits tersebut dan juga yang selainnya wahai saudaraku muslim, di dalamnya terdapat perintah dari Rasulullah sedangkan kaedah mengatakan:
      "Asal dari perintah hukumnya adalah wajib",
Sesuai dengan firman Allah :
"Maka handaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih." (QS An-Nuur:63)
Ketiga: Ada larangan isbal secara mutlak.

8. Dari Al Mughirah bin Syu'bah berkata: "Telah bersabda Rasulullah
"Wahai Sufyan bin Sahi jangan kamu melakukan isbal, sebab Allah tidak menyukai orang-orang yang melakukan isbal."(Hadits ini dinyatakan hasan oleh Syekh Al-Albany dalam Shahih Ibnu Majah 2876).


9. Dari Jabir bin Sulaim bahwasanya Nabi telah bersabda kepadanya :
"...dan hati-hatilah kamu terhadap isbalnya sarung- (pakaian), karena sesungguhnya isbalnya sarung (pakaian) itu adalah bahagian dari kesombongan, dan Allah tidak menyukai kesombongan." (Lihat As Shahihah 770).

Sedangkan asal hukum larangan adalah haram. Dalilnya adalah sabda Rasulullah :
"Apa saja yang aku perintahkan kepada kalian, maka laksanakanlah semampu kalian, dan apa yang aku larang maka jauhilah." (Muttafaq 'Alaih)
Dari sini anda melihat bahwa bentuk-bentuk dan uslub-uslub larangan dan pengingkaran itu bermacam-macam, terkadang ada yang berbentuk zajr (celaan), demikian juga cara dan ushlub perintah, karena itu maka tidak ada dalil-dalil yang mengharamkan isbal secara muthlak yang lebih jelas dari pada hadits-hadits tersebut. Namun demikian saya juga -dengan mengharap pertolongan Allah tfe - akan menyebutkan dalil-dalil yang lain, serta perkataan ahli ilmu yang dapat menghibur orang-orang beriman, sehingga tidak ada hujjah (alasan) bagi seseorang untuk melakukan isbal dan agar supaya orang-orang yang berakal dapat mengambil pelajaran.
Al-Hafidz Ibnu Hajar mengatakan dalam kitab Fathul Baary setelah menyebutkan sebagian dari hadits-hadits terdahulu:
"Hadits-hadits ini menunjukkan bahwa melakukan isbal yang disertai dengan rasa sombong, merupakan salah satu dari dosa-dosa besar. Adapun jika dilakukan dengan tidak disertai dengan rasa sombong, maka sesuai dengan zhahir hadits-hadits tersebut juga diharamkan." (Lihat Fathul Baary 10/263).
Syeikh Ibnu Utsaimin  berkata:
"Sesungguhnya isbalnya pakaian yang dilakukan dengan tujuan menyombongkan diri, maka hukumannya adalah tidak akan dipandang oleh Allah di hari kiamat nanti, dan ia tidak akan diajak bicara, dan tidak akan disucikan dan ia akan mendapatkan azab yang pedih. Adapun jika dilakukan dengan tidak bermaksud sombong, maka hukumnya adalah bahwa bahagian yang turun melewati mata kaki (dari pakaiannya) itu akan disiksa dengan api Neraka"'.
Keempat: Bahwasannya kita diperintahkanuntuk meneladani Nabi
Allah SWT berfirman :
"Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu, (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat." (QS Al-Ahzab :21).
Dan Allah berfirman:
"Apa yang diberikan rasul kepadamu maka terimalah dia dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah." (QS. Al- Hasyr:7)




Al-Hafidz Ibnu Katsir berkata ketika menafsirkan ayat :
"Dan orang-orang kafir berkata kepada orang-orang yang beriman: kalau sekiranya dia (Al Qur'an) adalah suatu yang baik, tentulah mereka tiada mendahului kami (beriman) kepadanya." (QS. Al-Ahqaaf: 11).
Kata beliau:
"Adapun Ahlussunnah Wal jama'ah, maka mereka akan mengatakan terhadap setiap perbuatan dan perkataan yang tidak ada sumbernya dari para shahabat:" ini adalah suatu bid'ah, sebab seandainya hal itu merupakan suatu kebaikan, niscaya mereka (para shahabat) pasti telah lebih dahulu melakukannya dari pada kita. Sebab mereka tidak pernah meninggalkan suatu kebaikan pun melainkan mereka telah meng-amalkannya." (Dikutip dari kitab Adillatu Tahriimi Halqil Lihyah).
Dalam hadits yang masyhur dari Al-Irbadh bin Sariyah Rasulullah bersabda:
"Karena sesungguhnya barangsiapa yang hidup lama di antara kalian niscaya dia akan melihat banyak terjadi perselisihan, maka hendaklah kamu berpegang dengan sunnahku dan sunnah para khulafaur rasyidin yang diberikan petunjuk sesudahku. Gigitlah (sunnah tersebut) dengan gigi gerahammu. Dai berhati-hatilah kamu dengan perkara-perkara yang baru (dalam agama, pc"L) karena sesungguhnya setiap perkara yang baru (dalam agama itu) adalah bid' ah." (Hadits Shahih ditakhrij oleh Ahmad, Abu Daud dan At-Tirmidzi dan beliau menshahihkannya, begitu pula Ibnu Rajab dan Al-Albany).
Juga sabda beliau :
"Maka barangsiapa yang benci terhadap sunnahku berarti dia bukan dari golonganku" (HR Al-Bukhari dan Muslim dalam Shahihain).
Sesungguhnya beliau  adalah penghulu orangorang bertaqwa dan orang-orang suci, namun pakaian beliau sampai setengah betisnya, (sebagaimana diriwayatkan oleh Ahmad dan At Tirmidzi dalam As Syama'il dan lain-lain, hadits yang shahih):
"Adalah pakaian beliau sampai pada setengah kedua betisnya". (Ditakhrij oleh Amad, Turmudzy dalam As-Syamaa'il, dan lain-lain. Hadits ini shahih).




Abu Juhaifah  mengatakan :
"Saya melihat Rasulullah ?ft dan beliau ketika itu mengenakan pakaian (mantel) yang berwarna merah, seakan-akan saya melihat putihnya kedua betis beliau." (Muttafaqun Alaihi. Lihat Mukhtashar Al-Bukhari No. 211)
Dan hadits Utsman :
"Bahwasannya pakaian Rasulullah sampai pertengahan kedua betisnya." (Ditakhrij oleh At Tirmidzi dalam As Syamail dan di shahihkan oleh Syeikh Al Albany No. 98)
Jika Rasulullah yang beliau adalah manusiapaling bertaqwa dan paling jauh dari sifat kesombongan namun beliau tawadhu (merendahkan diri) lalu memendekkan pakaiannya khawatir akan terjadi ujub (angkuh) dan kesombongan pada dirinya, maka mengapa tidak menjadikan beliau sebagai audwah (panutan), orang-orang yang mengaku bahwasannya larangan melakukan isbal itu hanya jika disertai kesombongan. Ataukah mereka lebih tawaddhu dari pada beliau.
Kelima: Sesungguhnya memanjangkan pakaian (melewati mata kaki) itu merupakan indikasi kesombongan, dan merupakan dzari'ah (sarana yang membawa) kepada kesombongan. Sedangkan syari'at telah mencegah hal-hal yang dapat membawa kepada hal-hal yang diharamkan, dan bahwasanya hukum sarana itu sama dengan hukum tujuan.


Al Hafidz Ibnu Hajar (dalam Fathnl Baari 10/264) berkata:
"Sesungguhnya isbal itu menghendaki dipanjangkannya pakaian, sedangkan memanjangkan pakaian itu menghendaki adanya kesombongan, sekalipun orang yang memakainya tidak bermaksud demikian".
Perkataan beliau ini diperkuat oleh riwayat dari Ibnu Umar yang dinyatakan marfu' (sampai kepada Nabi , sabda beliau :
"Dan hindarilah olehmu isbal dalam berpakaian karena sesungguhnya memanjangkan pakaian melewati nmata kaki itu termasuk tanda kesombongan" (Hadits Shahih).
Dan dalam hadits Jabir bin Sulaim sabda Nabi:
"Dan hati-hatilah kamu dengan memanjangkan pakaian (melewati mata kaki) karena sesungguhnya memanjangkan pakaian (melewati mata kaki itu) termasuk kesombongan dan (sombong itu, pent•) tidak disukai oleh Allah." (Lihat As- Shahihali no. 770).
Bahkan tidak kita dapati suatu kesombonganpun yang dilakukan (oleh seseorang) yang lebih besar dari pada yang dilakukan oleh orang yang telah mengetahui adanya ancaman dari Nabi kemudian dia masih tetap melakukannya.
Dalam hadits Amru bin Tsarid terdahulu dikatakan:
"Rasulullah melihat dari jauh seorang laki-laki yang menurunkan pakaiannya (melewati mata kaki), lalu beliau cepat-cepat mengejarnya atau berlari-lari kecil untuk mengejarnya sambil bersabda: "Angkatlah pakaianmu dan bertakwalah (takutlah kamu) kepada Allah!" Dia menjawab: "Sesungguhnya aku adalah orang yang ahnaf (bengkok kaki seperti X, pcn') lututku saling berbenturan". Rasulullah bersab-da:"Angkatlah pakaianmu karena sesungguhnya setiap ciptaan Allah itu indah". Maka tidaklah terlihat dari orang tersebut setelah itu melainkan pakaiannya sampai kesetengah betisnya." (Di takhrij oleh Ahmad dan lainnya. Hadits ini sesuai dengan syarat Bukhari dan muslim. Lihat As Shahihah no. 1441).
Dalam riwayat tersebut Rasulullah  tidak bertanya kepadanya "Apakah kamu melakukannya dengan sombong atau tidak?" Sehingga jika ia menjawab "Ya", niscaya beliau akan berkata kepadanya: "Jangan kamu lakukan itu" dan jika ia mengatakan "Tidak" maka beliau akan memberikan keringanan baginya.
Di samping itu, dalam hadits tersebut shahabat telah menjelaskan maksudnya bahwa apa yang dilakukannya bukan karena sombong namun demikian beliau tidak menerima alasan tersebut bahkan beliau mencegahnya dari melakukan isbal serta memerintahkannnya untuk takut kepada Allah tif ini merupakan dalil bahwasanya perbuatan isbal itu secara muthlak menafikan (menghilangkan) ketakwaan (rasa takut) kepada Allah.
Keenam: Bahwasannya isbal itu merupakan bentuk menyerupai wanita.
Dari Ibnu Umar berkata, Nabi  bersabda :
"Barangsiapa yang memanjangkan pakaiamiya karena sombong maka Allah tidak akan memandang kepadanya pada hari Kiamat". Maka timmu Salamah bertanya: "Lalu bagaimana yang harus diperbuat oleh para wanita terhadap ujung-ujung (pakaian) mereka?" Jawab beliau: "Hendaklah mereka memanjangkannya sejengkal (dari mata kaki, pent.)", Ummu Salamah berkata: "Kalau begitu telapak kaki mereka akan kelihatan (kalau mereka berjalan, pent."), beliau menjawab : "Kalau begitu panjangkan sehasta dan tidak boleh lebih dari itu." (Hadits Shahih riwayat Abu Daud, At Tirmidzi dan Nasa'iy).
Perhatikanlah wahai saudaraku muslim bagaimana Nabi 2§§ mengkhususkan para wanita dengan hukum yang berbeda dengan hukum bagi para lelaki serta menghususkan mereka dari keumuman nash.
Dan dalam hadits (yang lain) dikatakan:


"Allah melaknat laki-laki yang memakai pakaian perempuan dan perempuan yang memakai pakaian laki-laki." (Hadits Shahih riwayat Abu Daud danl ainnya).
Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah :
"Telah kita jelaskan bahwasannya penyerupaan dalam perkara-perkara yang zhahir akan mewariskan penyerupaan dalam akhlaa dan amal perbuatan. Karenanya kita dilarang menyerupai orang-orang kafir dan dilarang bagi setiap laki-laki dan wanita untuk saling menyerupai satu sama lain". Lelaki yang menyerupai wanita maka dia akan mendapatkan akhlak mereka (perempuan) sedangkan wanita yang menyerupai lelaki juga akan mendapatkan akhlak para lelaki, sehingga akan terjadilah tabarruj (bersolek), penampakan (bagian-bagian) tubuh, serta keikut sertaan (kaum wanita) kepada para lelaki, yang terkadang membuat sebagian kaum wanita menampakkan tubuhnya seperti yang dilakukan oleh kaum lelaki, dan mereka akan menuntut untuk menjadi lebih tinggi dari kaum lelaki serta melakukan hal-hal yang dapat menghilangkan rasa malu kaum wanita" (Diringkas dari Majmu' Fataawaa 22/154).
At-Thabrani berkata :
"Tidak diperbolehkan bagi para lelaki untuk menyerupai kaum wanita dalam masalah pakaian dan perhiasan yang dikhususkan bagi kaum wanita"
Dari Kharsyah bin Al- Hurr ia berkata:
"Saya telah melihat Umar bin Khattab tiba-tiba lewatlah di hadapan beliau seorang pemuda yang isbal pakaiannya dan ia menyeretnya ke tanah, lalu beliau memanggilnya lalu berkata kepadanya, "Apakah anda haid?" la menjawab: "Wahai amirul mu'minin apakah laki-laki juga haid ?" Umar berkata: "Lalu kenapa engkau menurunkan pakainmu sampai ke atas telapak kakimu!!" setelah itu beliau meminta pisau kemudian mengumpulkan ujung pakaiannya lalu memotong kain yang melewati mata kaki" Kharsyah (perawi) berkata: "Seakan-akan saya melihat benangbenang (berhamburan) di atas tumit- nya" (Riwayat ini sanadnya shahih, di takhrij oleh Ibnu Abi Syaibah 8/393 lebih ringkas dari ini).
Wal hasil bahwasannya isbal bagi wanita itu wajib hukumnya sebab wanita itu adalah aurat. Al hafidz Ibnu Hajar Al Asqalany berkata :
"Bagi wanita itu ada dua keadaan; yakni keadaan yang "disukai" yaitu keadaan dimana (panjangpakaiannya) melebihi apa yang diperbolehkan bagi para lelaki dengan ukuran sejengkal (ke bawah mata kaki) dan keadaan yang "diperbolehkan" yakni dengan ukuran hasta (di bawah mata kaki) (Dikutip dari Fathul Baari 10/259).
Maka tiada daya dan kekuatan melainkan dengan pertolongan Allah*H. Di zaman ini timbangan telah terbalik, sehingga lelaki telah menurunkan pakaiannya menyerupai wanita dan tidaklah nampak dari diri mereka selain wajah dan kedua telapak tangan! Sedangkan wanita membuka pakaiannya, sehingga kelihatan kedua betisnya, bahkan lebih dari itu. Bahkan hal tersebut semakin bertambah, sehingga lelaki yang memendekkan pakaiannya diingkari dan diperolok-olok, h a n y a karena dia ingin meneladani Nabi . Demikian pula dengan para wanita yang memanjangkan jilbabnya karena ketaatan (kepatuhan) kepada Allah dan Rasul-Nya, mereka diperolokolok dan diejek oleh manusia. Cukuplah Allah "Mi sebagai tempat untuk kita mengadu.”
Ketujuh: Bahwasanya pada isbal itu terdapat pemborosan.
Tidak dapat diragukan lagi bahwasannya pembuat syari'at (Allah tH) telah menjadikan ukuran (batasan tertentu) bagi pakaian laki-laki, oleh karena itu apabila seseorang laki-laki memanjangkan pakaiannya melewati batas yang telah di tentukan baginya, maka berarti dia telah melaku-kan suatu pemborosan. Sungguh Allah telah berfirman:
"Makan dan minumlah dan janganlah berlebihlebihan sesungguhnya Allah tidak menyukai orangorang yang berlebih-lebihan." (QS.7/ Al- A'raf :31)
Kedelapan: Bahwasanya orang yang melakukan isbal, pakaiannya tidak aman dari terkena najis.
Masalah inilah yang ditunjukkan oleh hadits yang ditakhrij oleh Ahmad dan At Turmudzi dalam As - Syama-il , dan dalam riwayat An Nasaa'i dari 'Ubaid bin Khalid (yang mana) dia berkata:
"Saya pernah berjalan dengan mengenakan mantel yang saya julurkan (ke bawah mata kaki) lalu ada orang yang bekata kepada saya: "Angkatlah pakaianmu, sebab hal itu membuatnya lebih tahan lama dan lebih bersih", lalu saya pun menoleh ternyata beliau adalah Nabi ^H, maka saya berkata: "Ini hanyalah sebuah burdah (mantel) yang berkotak-kotak (yakni padanya terdapat garis hitam dan putih)", maka beliaupun bersabda: "Mengapa kamu tidak meneladani aku ?". Ubay berkata: "Kemudian saya memperhatikan (pakaian beliau) ternyata pakaiannnya sampai ke setengah betis beliau". (Riwayat ini dikatakan jayyid (baik sanadnya) oleh Al Hafidz dan dishahihkan oleh Syekh Al Albany dalam Mukhtashar As-Syamaail Al Muhammadiyah no. 97).
Dari Ibnu Mas'ud berkata :

"Pernah seorang pemuda masuk menemui Umar maka pemuda itu mulai memuji beliau". Ibnu Mas'ud berkata: "Lalu Umar melihat pemuda tersebut menjulurkan pakaiannya, maka beliau berkata kepadanya:" Wahai anak saudaraku angkatlah pakaianmu karena yang demikian itu lebih menjaga takwamukepada Rabbmu dan lebih bersih bagi pakaianmu".
Maka ketika itupun Abdullah bin mas'ud berkata: "Betapa takjubnya aku terhadap umar 11 jika dia melihat sesuatu yang ada hak Allah atasnya, maka tidak ada sesuatu pun yang dapat mencegahnya untuk menegurnya (yakni ketika itu beliau dalam keadaan merasakan sakitnya luka akibat tikaman yang menimpa beliau)" (Riwayat ini ditakhrij oleh Al- Bukhari dan Muslim dan Ibnu Abi Syaibah).
Dari hadits-hadits tersebut nampak bahwa para salaf tidak berpendapat bahwasanya pakaian orang yang musbil apabila terkena kotor atau najis maka dia akan dibersihkan oleh apa yang berada sesudahnya (tanah sesudahnya).
Adapun hukum (isbal) yang berhubungan dengan (pakaian) wanita, maka sesungguhnya seorang wanita pernah bertanya kepada Ummu Salamah tentang hal tersebut dia berkata:
"Sesungguhnya aku memanjangkan ujung pakaianku sedangkan aku berjalan di tempat yang kotor, maka Ummu Salamah menjawab telah bersabda Rasulullah: "Dia akan dibersihkan oleh (tanah) yang berada sesudahnya." (Hadits Shahih ditakhrij oleh Abu Daud dan lainnya).


Sesungguhnya telah diberikan keringanan oleh Pembuat Syari'at terhadap wanita sebab dia membutuhkan untuk tertutup, sebagaimana yang disabdakan Nabi :
"Wanita itu adalah aurat" (Ditakhrij oleh Tirmidzi dan lainnya dan hadits ini shahih}.
Berbeda halnya dengan kaum lelaki, dimana mereka dilarang melakukan isbal. Karena itulah sehingga mereka tidak mendapat keringanan tersebut sebab keringanan itu hanya berlaku bagi orang yang membutuhkannya (yakni kaum wanita ) .

3. Syubhat-syubhat Seputar Masalah Isbal Beserta Bantahannya
Syubhat pertama :
Ada sebagian orang yang mengatakan bahwa isbal itu boleh asalkan tidak disertai kesombongan, mereka berdalil dengan hadits Ibnu Umar (yang mana dia) berkata:
“Aku pernah masuk menemui Rasulullah dan (ketika itu) pakaianku berbunyi (karena terseretseret) maka beliau bertanya: siapakah ini ? jawabku: Abdullah bin Umar, beliau bersabda: "Jika kamu adalah Abdullah (seorang hamba Allah,pent.) maka nangkatlah pakaianmu", maka akupun mengangkatnya beliau bersabda: "Tambah lagi", kata Ibnu Umar: "Maka akupun mengangkatnya sampai mencapai setengah betis". Maka begitulah keadaan pakaiannya sampai ia meninggal dunia. Kemudian beliau menoleh ke Abu Bakar lalu bersabda: "Barangsiapa uang memanjangkan pakaiannya dengan sombong, maka Allah tidak akan memandang kepadanya pada hari Kiamat". Maka Abu Bakar berkata: "Sesungguhnya pakaianku sering turun", lalu Rasulullah bersabda: "Kamu tidak termasuk dari mereka" (dalam riwayat yang lain dikatakan: "Kamu bukan orang yang melakukannya dengan sombong"). (Ditakhrij oleh Ahmad, Abdurrazzaq dan lainnya. Syeikh Al Albany mengatakan sanadnya shahih sesuai dengan syarat Bukhari dan Muslim Lihat As Shahihah 4/95).
Bantahan :
Sesungguhnya hadits yang dipakai sebagai dalil untuk membolehkan isbal yang dilakukan tanpa disertai kesombongan ini, kamipun memakainya sebagai dalil tentang pengharaman isbal secara mutlak. Maka hadits ini sebenarnya bukanlah hujjah (untuk mendukung) mereka namun dia merupakan hujjah (untuk membantah mereka).
Ketika mengomentari hadits tersebut Syeikh Al-Albany :
"Dalam hadits tersebut terdapat dalil yang jelas bahwasannya wajib bagi setiap muslim untuk tidak memanjangkan pakaiannya sampai di bawah mata kaki akan tetapi hendaklah dia mengangkatnya ke atas kedua mata kaki sekalipun hal tersebut dilakukan dengan tidak disertai rasa sombong.Dalam hadits ini pula terdapat bantahan yang jelas terhadap para masyayikh yang memanjangkan ujung jubah-jubah mereka sampai hampir-hampir menyentuh tanah dengan dalih mereka melakukannya bukan karena sombong. Mengapa mereka tidak meninggalkannya demi mengikuti perintah Rasulullah sebagaimana yang beliau perintahkan kepada Ibnu Umar? Ataukah mereka merasa lebih suci hatinya daripada Ibnu Umar?" (Lihat As shahihah 4/95 oleh Al Albany).
Beliau juga mengatakan dalam Muqaddimah ringkasan (Kitab) Asy -Syamail Al- Muhammadiyyah: "....pada zaman ini hampirh ampir kebanyakan dari kaum muslimin melupakan firman alah Tabaraka wa Ta'ala:
"Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan dia banyak menyebut Allah." (QS. Al Ahzab:21).
Dan di kalangan mereka ada orang-orang tertentu dari sebagian para da'i dan lainnya, orangorang yang zuhud (sedikit sekali) dari meneladani beliau dalam banyak petunjuk dan adab. Seperti ketawadhuan beliau dalam berpakaian, cara makan, cara minum, cara tidur, shalat, dan ibadah beliau. Bahkan di antara mereka ada orang yang sedikit sekali mengikuti sunnah beliau dalam beberapa hal tersebut seperti makan dan minum sambil duduk dan memendekkan pakaian sampai ke atas kedua mata kaki bahkan mereka menganggap hal tersebut sebagai "tasyaddud" (perbuatan ekstrim) dan membuat orang diluar islam menjauh dari Islam. Sehingga anda akan mendapati sebagian di antara mereka yang tidak peduli menurunkan pakaiannya di bawah mata kaki dengan anggapan bahwa dia melakukannya bukan karena sombong, sambil menghibur hatinya dengan sabda beliau kepada Abu Bakar:
"Kamu bukanlah orang yang melakukannya karena sombong,"
Mereka lupa akan perbedaan antara diri mereka dengan diri Abu Bakar. Padahal beliau memang tidak sengaja melakukan isbal sebagaimana yang sangat jelas dari perkataan beliau:"
"Sesungguhnya salah satu dari bagian sarungku sering turun." (Lihat Ghayatul Maraam hadits ke 90).
Sedangkan mereka memang sengaja menurunkan pakaiannya karena kebodohan atau karena masa bodoh dengan sifat pakaian Rasulullah (lihat bab 17), dan sabda Nabi  berikut, (no. 99):
"Inilah {yakni setengah betis) tempatnya pakaian dan kalau kamu keberatan maka turunkanlah (sedikit) dan kalau kamu keberatan maka tidak ada hak bagi pakaian pada mata kaki."


Dan dalam hadits yang lain :
"Apa yang berada dibazvah mata kaki dari pakaian itu tempatnya di Neraka." (Lihat Al-Misykaat 4314, 4331).
Dan hadits riwayat Muslim dari Ibnu Umar, dia berkata:
"Aku pernah melewati Rasulullah dan pakaianku turun maka beliau bersabda kepadaku: "Wahai Abdullah angkatlah pakaianmu", lalu akupun mengangkatnya, kemudian beliau bersabda lagi: "Tambah lagi", maka aku tambah (menaikkannya), maka semenjak itu akupun senantiasa menjaganya. Lalu ada orang bertanya kepadanya (Ibnu Umar tepi.): "Sampai dimana ?" jawab beliau: "Sampai setengah kedua betis."
Saya (penulis) katakan: "Apabila Ibnu Umar yang dia merupakan orang yang lebih afdhal di antara shahabat dan orang yang paling taqwa diantara mereka namun Nabi tidak membiarkannya melakukan isbal, maka bukankah hal itu menunjukkan bahwa adab tersebut tidaklah bersangkut paut dengan kesombongan?. Dan bahwasanya seandainya beliau melihat sebagian di antara para da'i yang memanjangkan jubahnya atau celana panjangnya, niscaya beliau lebih pantas nuntuk mengingkari perbuatan mereka itu. Dan ketika mereka dapat menanggapi pengingkaran beliau tersebut dengan sangkaan mereka bahwa mereka melakukannya bukan karena sombong padahal mereka memang sengaja melakukannya, niscaya Ibnu Umarlah orang yang paling tepat (untuk beralasan seperti itu) sebab memang begitulah yang dilakukannya, bahwa dia tidak melakukan itu karena sombong sebagaimana yang ditunjukkan oleh kata "Istirkhaa"' yakni turun dengan sendirinya. Namun demikian Rasulullah tetap mengingkari perbuatannya lalu kemudian Ibnu Umar segera mematuhi kata-kata beliau, maka masih adakah orang yang mematuhi kata-kata beliau sekarang ini ?"
"Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat peringatan bagi orang-orang yang mempunyai hati atau yang meggunakan pendengarannya, sedang dia menyaksikannya." (QS. Qaaf: 3 7 ) .
Seandainya bukan karena orang yang ditunjuk kepada mereka itu termasuk dari orang khusus yang mengharuskan mereka menjadi qudwah (contoh) bagi yang lain, niscaya aku tidak akan menunjukkan (menyebutkan) apa yang telah kusebutkan berupa kezuhudan dan menjadikan orang lain zuhud dari mengikuti sunnah serta mencontohinya sebab banyak sekali orang yang menyalahinya dengan kesalahan yang lebih besar dari itu.
Ibnul Araby Al-Maliky berkata:
"Tidak diperbolehkan bagi seorang laki-laki untuk memanjangkan pakaiannya melewati mata kaki lalu dia berdalih: "Aku tidak bermaksud sombong degannya", sebab larangan tersebut telah mengenainya baik secara lafadz maupun secara "Ulat" (sebab), dan lafadz (ucapannya itu) tidak boleh menyangkut masalah hukum lalu ia mau berkata: "Saya bukanlah orang yang melakukannya (karena kesombongan), karena Ulat (sebab) tersebut bukan berhubungan dengan kata aku", sebab perkataan tersebut menyalahi syari'at dan anggapan itu tidak diterima. Bahkan karena kesombongannyalah sehingga dia memanjangkan pakaian dan sarungnya. Karena itulah maka kedustaannya dalam masalah tersebut sudah pasti". (Lihat 'Aaridhatul al Ahwadzy 7/238).
Berkata Syekh Ibnu Utsaimin Adapun orang yang berhujjah dengan hadits Abu Bakar maka kami katakan kepadanya bahwa dalam hadits tersebut tidak ada hujjah bagimu dipandang dari dua sisi:
Pertama: Bahwasanya Abu Bakar mengatakan: "Sesungguhnya salah satu dari ujung kainku sering turun, kecuali jika aku menjaganya."
Dengan demikian jelaslah bahwa dia (Abu Bakar memang tidak sengaja menurunkan kainnya karena bermaksud sombong dengannya (dan itu bukanlah kesombongan) akan tetapi pakaiannya turun dengan sendirinya namun dia selalu menjaganya. Adapun orang-orang yang melakukan isbal dan berdalih bahwa mereka tidak melakukannya karena sombong akan tetapi mereka sengaja menurunkan pakaian mereka, maka kami katakan kepada mereka; jika anda bermaksud untuk memanjangkan pakaian anda dengan tidak disertai rasa sombong, maka anda akan diadzab dengan api Neraka sesuai dengan apa yang turun dari pakaian anda. Dan apabila anda memanjangkannya dengan disertai rasa sombong maka anda akan diadzab dengan adzab yang lebih besar lagi dari itu, yakni anda tidak akan diajak bicara oleh Allah di hari kiamat dan tidak akan dipandang (dengan pandangan rahmat), serta akan diazab dengan adzab yang pedih.
Kedua: Bahwasanya Abu Bakar telah menda-pat rekomendasi dari Nabi dan beliau telah menyaksikannya bahwa Abu Bakar bukanlah orang yang melakukan demikian karena sombong. Maka apakah salah seorang diantara mereka juga telah mendapatkan rekomendasi dan kesaksian (seperti yang didapati oleh Abu Bakar dari Rasulullah.)
Namun setan senantiasa membuka peluang kepada sebagian manusia untuk mengikuti hal-hal yang mutasyabih dari nash-nash Al Qur'an dan Sunnah agar dia menampakkan kepada mereka apa yang pernah mereka kerjakan di dunia. Dan hanya Allah-lah yang dapat memberikan petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya kejalan yang lurus. Dan kami memohon semoga Allah memberikan petunjuk kepada kita dan juga mereka". (Dikutip dari Fataawaa Muhitnmah Cet. Jam'iyyah Turaats, dengan sedikit perubahan).
Syeikh bin Baaz mengatakan dalam Fataawa beliau yang disebarkan di majalah Ad Da'zvah hal. 920 sebagai bantahan terhadap orang yang berdalil dengan hadits Abu Bakar dan sabda Nabi "Kamu bukanlah orang yang melakukannya karena sombong", beliau berkata :
"Yang dimaksud oleh Rasulullah $H adalah, barangsiapa yang menjaga pakaiannya jika pakaiannya tersebut turun kemudian dia mengangkatnya, maka orang seperti ini tidak dianggap sebagai orang yang memanjangkan pakaiannya dengan sombong, sebab dia tidak sengaja memanjangkannya. (Yang terjadi pada keadaan seperti ini) hanyalah bahwa pakaiannya sendiri yang suka turun namun dia selalu mengangkat dan menjaganya. Yang demikian ini tidak dapat dipungkiri akan keudzurannya. Adapun orang yang memang sengaja menurunkannya baik itu celana, sarung atau baju, maka ia terkena ancaman, dan perbuatannya itu tidak termasuk udzur. Sebab hadits-hadits shahih yang melarang tentang isbal itu telah mengenai dirinya, baik secara lafaz maupun secara makna dan maksudnya. Karena itu maka wajib bagi setiap muslim untuk berhati-hati terhadap isbal dan takut kepada (siksaan) Allah dalam masalah tersebut dan hendaklah dia tidak menurunkan pakaiannya melewati kedua mata kaki, sebagai pengamalan dari hadits-hadits shahih tersebut dan kehati-hatian terhadap murka dan siksa Allah."
Lagi pula, melakukan pelanggaran yang merupakan perbuatan dari orang-orang yang sombong tersebut, kemudian hendak berlepas diri dari penyakit ini (sombong) sebagai upaya penyucian diri, padahal kenyataan menunjukkan yang sebaliknya.
Masalah ini semakin bertambah jelas dengan adanya hadits dari Abi Umamah  dimana ia berkata: "Tatkala kami bersama Rasulullah tiba-tiba kami disusul oleh Amru bin Zarrah Al-Anshari dengan (memakai) hiasan sarung dan mantel yang isbal maka Rasulullah mengambil ujung pakainnya dan dengan bertawadhu' kepa-da Allah lalu berkata:
"Hambamu (laki-laki), anak hamba ( laki-laki)-Mu dan anak hamba perempuan-Mu", sampai didengar oleh Amru lalu dia berkata: "Wahai Rasulullah sesungguhnya aku ini mempunyai betis yang kurus". Maka Rasulullah bersabda, "sesungguhnya Allah telah memperindah setiap ciptaan-Nya, wahai Amru sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang isbal (pakaiannya)." (Hadits ini ditakhrij oleh Thabrani dan derajatnya hasan).
Ketika mengomentari hadits ini Ibnu Hajar berkata: "Zhahir hadits tersebut menunjukkan bahwa Amru tidak bermaksud melakukan isbal karena sombong. Namun demikian dia telah dilarang (oleh Rasululllah untuk melakukannya, sebab pada isbal itu terdapat kesombongan". (Lihat Fathul Baary 10/264).
Beliau juga mengatakan: "Dan dalam pertanyaan Ummu Salamah kepada Nabi : "Lalu bagaimanakah semestinya para wanita berbuat terhadap ujung-ujung pakaiannya?"
Dalam hadits tersebut terdapat dalil bahwasannya hadits-hadits yang melarang tentang isbal tidaklah berkaitan dengan masalah sombong (atau tidak), sebab sekiranya demikian niscaya permintaan keterangan dari Ummu Salamah (kepada Nabi sU) mengenai hukum wanita yang memanjangkan pakaiannya itu tidak ada gunanya. Namun karena dia memahami bahwa larangan dari isbal itu adalah bersifat muthlak baik itu karena sombong atau tidak, maka diapun bertanya tentang hukum bagi wanita dalam masalah tersebut disebabkan mereka perlu melakukan isbal untuk menutup aurat -sebab wanita seluruh (tubuhnya) adalah aurat- lalu kemudian beliau menjelaskan bahwa hukum mereka dalam masalah ini lain dengan hukum kaum lelaki" (Perkataan ini dikutip secara makna dari perkataan Al Hafidz Ibnu Hajar dalam Fathul Baari 10/259).
Syubhat Kedua:
Mereka menyangka bahwa nash-nash yang datang secara muthlak mengenai larangan dari isbal tersebut (seluruhnya) harus dikaitkan dengan dalil yang di dalamnya terdapat lafadz "karena sombong". Dan mereka mengatakan bahwa membawa (dalil) mutlak (umum) kepada (dalil) mucjayyad (khusus) itu wajib hukumnya.
Bantahan
Berkata Syekh Ibnu Utsaimin "Sesungguhnya isbal itu jika dilakukan dengan maksud menyombongkan diri maka hukumannya adalah: pelakunya tidak akan dipandang oleh Allah  pada hari kiamat, tidak akan diajak bicara, dan tidak akan disucikan, serta baginya siksaan yang pedih. Adapun jika dilakukan tanpa bermaksud menyombongkan diri, maka hukumannya adalah akan diazab apa yang turun melebihi mata kaki dengan Neraka sebab Nabi bersabda :
"Ada tiga (golongan orang) yang tidak akan diaja1 bicara oleh Allah di hari Kiamat dan mereka tidak akan diperhatikan dan tidak disucikan serta bagi mereka siksaan yang pedih: Orang yang melakukan isbal, tukang adu domba dan orang yang menjual barangnya dengan sumpah palsu ."(Hadits Shahih, ditakhrij oleh Muslim, Ahmad, Ashaabus Sunan Dan lain-lain).
Beliau juga bersabda:
"Barangsiapa yang menurunkan pakaiannya (melewati matakaki) karena sombong maka dia tidak akan diperhatikan oleh Allah pada hari Kiamat."
Ada pun orang yang melakukannya tanpa bermaksud sombong, maka dijelaskan dalam Shahih Al-Bukhari dari Abu Hurairah  bahwasanya Nabi  bersabda :
"Apa saja yang melewati mata kaki dari pakaian, maka (tempatnya) di Neraka."
Dalam hadits tersebut beliau tidak menghubungkannya dengan (kata-kata) sombong. Dan kita juga tidak boleh menghubungkannya dengan kesombongan, sebagaimana yang terdapat pada hadits:
"Pakaian seorang mu'min (laki-laki) adalah samv setengah betisnya dan tidaklah berdosa mengapa baginya (untuk menurunkannya) di antara betis dan kedua mata kaki dan apa yang melebihi mata kaki maka tempatnya di Neraka. Dan barangsiapa yang menurunkan pakaiannya karena sombong maka dia tidak akan dipandang oleh Allah di hari Kiamat (nanti)." (HR. Malik, Abu Daud, Nasa'iy, Ibnu Majah dan lainnya).
Nabi telah menyebutkan dua contoh (sekaligus) dalam satu hadits, dan beliau telah menjelaskan perbedaan hukum keduanya, sebab ancaman keduanya berbeda. Keduanya berbeda dalam perbuatan dan berbeda pula hukuman dan dan ancamannya.
Kapan (sesuatu itu) berbeda hukum dan sebabnya, maka saat itu pula dia tidak dapat dipalingkan dari (hukum) muthlak (umum) kepada muaayyad (khusus) sebab kaedah "Membawa hukum mutlak (umum) kepada muaayyad (khusus)", di antara persyaratannya adalah adanya kesepakatan (kesesuaian) antara dua nash dalam (satu) hukum. Adapun jika hukum (keduanya) berbeda, maka tidak boleh dikhususkan yang satu kepada yang lain. Karena itulah ayat tentang tayammum yang terdapat dalam ayat :
"Maka usaplah wajah dan tanganmu dengannya (debu yang suci)", tidak dikhususkan dengan ayat tentang wudhu yang terdapat dalam firman Allah:
"Maka basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai siku". Sehingga tayammum itu tidak sampai ke siku. Dan karena hal tersebut memang saling bertentangan." (Dikutip dengan sedikit perubahan dari As'illah Muhimmah hal. 29-30).
Syubhat ke tiga :
Berkata Al-Hafidz Ibnu Hajar : "Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan (sebuah hadits) dari Ibnu Mas'ud dengan sanad yang jayyid (baik) bahwasannya beliau menurunkan sarungnya, lalu beliau ditanya tentang perbuatannya tersebut maka beliau menjawab: "Sesungguhnya aku adalah orang yang memiliki kedua betis yang kecil."
(Saya katakan: "Sanad hadits tersebut shahih sesuai syarat syaikhain (Bukhari dan muslim)" (Lihat Muhsannif oleh Ibnu Abi Syaibah 8/390).
Bantahan :
Al Hafidz membantah atsar tersebut. Beliau mengatakan bahwasanya atsar tersebut mengandung kemungkinan bahwa beliau (Ibnu Mas'ud 4^e> menurunkan pakaiannya (hanya) dari batas yang disunnahkan (yakni setengah betis) dan jangan disangka bahwa beliau menurunkannya sampai melewati kedua mata kakinya.Alasan tersebut dapat dilihat dalam perkataan beliau: "Sesungguhnya saya adalah orang yang memiliki kedua betis yang kecil". Beliau (Al-Hafizh) berkata lagi: "...dan mungkin saja beliau (Ibnu Mas'ud) belum mengetahui kisah Amru bin Zararah yang terdahulu." (Lihat Fathul Baary 10/ 263).
Lagi pula atsar tersebut adalah atsar.yang mauauf (perbuatan shahabat) yang bertentangan dengan banyak (riwayat) yang marfu' (sanadnya sampai kepada Rasulullah) . Dan tidak dapat diragukan lagi bahwa riwayat yang marfu' itu lebih didahulukan (dari pada riwayat-riwayat yang mauquf -Pe n t ) , sebab yang menjadi hujjah adalah apa yang datang dari Nabi , bukan yang datang dari selain beliau. Sungguh Ibnu Abbas telah mengatakan kepada seorang laki-laki yang telah mempertentangkan nash-nash dengan perkataan dan perbuatan kibarus - shahabat (para shahabat terkemuka):
"Saya khawatir hujan batu dari langit menimpa kalian, saya mengatakan kepada kalian: "Bersabda Rasulullah", lalu kalian mau (membantahnya dengan-ed) mengatakan: "Telah berkata Abu Bakar dan Umar."
Dan di antara dalil-dalil yang berkenaan dengan hal tersebut adalah apa-apa yang telah di tetapkan dalam ushul (kaedah) "Apabila perbuatan seorang perawi bertentangan dengan apa yang ia riwayatkan maka yang didahulukan adalah riwayatnya serta ditinggalkan perbuatannya". Lalu bagaimana halnya dengan Ibnu Mas'ud yang mana belum diketahui dari beliau apakah hadits (tentang isbal) tersebut sudah sampai kepada beliau ataukah belum?
Syubhat ke empat:
Sebagian mereka berkata, "Kalian ini hanya berbicara mengenai hal-hal sepele dan masalah far'iyah (masalah cabang, bukan masalah pokok, ) , padahal masalah seperti itu hanyalah merupakan kulit saja dari agama ini, yang tidak perlu kita bahas secara bertele-tele. Bahkan hendaklah kita membahas masalah-masalah besar dan permasalahan-permasalahan yang berbahaya, yang akan membahayakan perjalanan ummat ini.
Bantahan:
Kami katakan kepada mereka "tunggu sebentar, janganlah kalian diperdaya oleh setan"., sebab Allah berfirman dalam Al Qur'an:
"Hai orang-orang yang beriman masuklah kamu kedalam Islam secara keseluruhannya." (QS. Al- Baqarah:208).
Berkata Ibnu Katsir (dalam menafsirkan ayat tersebut): "Masuklah kamu ke dalam Islam dan taatilah seluruh perintah-perintahnya".
Al-Alusy berkata: "Makna (dari ayat tersebut) adalah "Masuklah kamu ke dalam Islam dengan seluruh (diri)mu. Dan janganlah kamu biarkan sedikit pun, baik itu yang (berhubungan dengan) hal-hal yang lahir kamu maupun yang batin, melainkan berada dalam Islam. Sehingga tidak ada tempat bagi yang lain (selain Islam)".
Nabi  telah menyuruh, melarang, dan memberi peringatan mengenai masalah isbal. Dan telah terdapat lebih dari 15 shahabat yang meriwayatkan hadits-hadits yang berkaitan dengannya. Tidak mengapa kami sebutkan (nama-nama) mereka di sini. Mereka adalah:
1. Abu Hurairah
2. Abdullah bin umar
3. Abdullah bin Abbas
4. Abdullah bin Mas'ud
5. Aisyah
6. Abu Sa'id Al Khudry
7. Hudzaifah
8. Abu Umamah
9. Samurah bin Jundub
10. Al Mughirah bin Syu'bah
11. Sufyan bin Sahi
12. 'Ubaid bin Khalid
13. Jabir bin Sulaim
14. 'Amru bin Syarid
15. 'Amru bin Zarrah
16. Anas (bin Malik) w.
Ini menandakan bahwa (riwayat tentang isbal) telah mencapai tingkatan mutawatir dari beliau. Karena itulah maka perkara ini adalah merupakan perkara yang senantiasa harus diperhatikan oleh kaum muslimin.
Sehingga tidak pantas bagi seorang muslim untuk menganggap remeh sesuatupun dari dosa, sebab mungkin saja suatu dosa (yang diremehkan itu) akan menjadi sebab "zaighul qalb" (tergelincirnya hati/ berpalingnya hati dari kebenaran, ). Allah berfirman:
"Maka tatkala mereka berpaling (dari kebenaran), Allah memalingkan hati mereka."(QS Ahs-Shaf: 5). (Disadur dari Risaalatu Tahriimil Khidhaab Bissawaad ).
Dari Sahi bin Sa'ad  dari Nabi telah bersabda :
"Hati-hatilah kamu dari meremehkan dosa-dosa (kecil) karena sesungguhnya perumpamaan dosa-dosa kecil itu laksana suatu kaum yang singgah di suatu lembah lalu datanglah seseorang dengan sepotong kayu dan datang yang lain dengan sepotong kayu, sehingga mereka dapat mengumpulkan (sejumlah potongan kayu) yang dengannya sanggup membuat roti menjadi masak.. Dan sesungguhnya dosadosa kecil itu manakala dilakukan oleh seseorang maka ia akan membinasakannya." (Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad dan lainnya, lihat As Shahihah no. 389).

Berkata Ibnul Mu'taz :
Tinggalkan dosa-dosa kecil dan (dosa-dosa) besar. Itulah takwa.
Berbuatlah sebagaimana yang diperbuat oleh orang yang berjalan di atas tanah yang berduri, di mana dia berhati-hati terhadap apa saja yang dilihatnya. Janganlah kamu meremehkan (dosa-dosa) kecil sesungguhnya gunung-gunung (yang besar itu) kumpulan dari kerikil (yang kecil).
Saya melihat perkataan yang sangat tepat untuk membantah orang-orang yang telah menganggap remeh perkara kemaksiatan serta menyembunyikan ketaatan dan sunnah-sunnah tersebut adalah perkataan Ubadah bin Gjursh :
"Sesungguhnya kalian melakukan sesuatu yang kalian pandang sebagai suatu hal yang lebih kecil (dosanya) dari sehelai rambut namun pada masa Nabi, kami menganggapnya sebagai salah satu dari dosa-dosa besar (yang membinasakan)." (Hadits ini ditakhrij oleh Ahmad dan lainnya, hadits shahih).
(Orang-orang) menyebutkan perkataan Ubadah bin Qursh tersebut di hadapan Muhammad bin Sirin  (seorang tabi'in, p e n t ) , maka beliau membenarkannya dan berkata: "Saya berpendapat bahwa menjulurkan pakaian (sampai melewati mata kaki) termasuk dosa besar sebab padanya terdapat ancaman yang keras. Sedangkan orang-orang yang menganggapnya sebagai salah satu dari dosa-dosa kecil, itu disebabkan karena kebodohan dan terpedaya." (Dikutip dari Fathur Rabbany 17/291).

Kemudian, bahwa dikotomi agama dengan istilah kulit dan isi adalah merupakan suatu bid'ah masa kini yang tidak dikehendaki dengannya melainkan untuk melepaskan sebagian dari perintahperintah Allah "M dan menghancurkan Islam. Benarlah orang yang mengatakan: "Seandainya bukan karena kulit niscaya akan binasalah isi".
Syekh Muhammad bin Ismail telah memberikan faedah dan menjelaskan dengan baik dalam kitab beliau Adillatu Tahriitni Halqil Lihyah (dalil-dalil tentang haramnya mencukur jenggot) seputar masalah ini dengan (perkataan beliau): "bid'ahnya pembagian agama menjadi kulit dan isi". Maka merujuklah kesana sebab hal itu penting.

4. Hukum-hukum yang Berhubungan Dengan Masalah Isbal
A. SAMPAI DI MANAKAH (BATAS) PAKAIAN ITU ?
Sunah dalam pakaian itu adalah sampai di  setengah betis. Dari Hudzaifah fedia berkata: "Rasulullah gfg memegang otot kedua betisku lalu berkata:
"Di sinilah letak (batas) pakaian. Jika kamu keberatan, maka turunkanlah sedikit. Dan jika kamu masih keberatan, maka tidak ada hak bagi pakaian di bawah mata kaki." (Hadits Shahih Riwayat Ahmad, Turmudzy, Nasa'iy dan lain-lain, lihat As- Shahihah 4/364).
Syekh Al-Albany berkata: "Sunnah inilah yang banyak orang-orang khusus (alim, pent.) berpaling daripadanya, apalagi orang-orang awam."
Sungguh pakaian beliau $1$ adalah sampai pada tengah betis beliau sebagaimana telah berlalu (keterangannya) dalam hadits 'Ubaid bin Khalid, dia berkata:
"Maka saya melihat pakaian beliau, ternyata pakaian beliau sampai setengah kedua betisnya."

Dan sabda beliau :
"Pakaian seorang mukmin itu - maksudnya keadaan pakaian orang laki-laki beriman - sampai setengah kedua betisnya. Tidak ada dosa baginya (bila pakaiannya berada) di antara setengah betis dan kedua mata kaki. Sedangkan (pakaian) yang melewati kedua mata kaki (tempatnya) di Neraka." (Hadits Shahih ditakhrij oleh Abu Dawud dan Ibnu Majah).
Di dalam hadits hasan yang ditakhrij oleh Ahmad dan At-Thabrany dari 'Amru bin Zararah, dikatakan:
"Dan Rasulullah meletakkan empat jari beliau dibaivah lutut 'Amru sambil berkata:"Wahai 'Amru, (sampai) di sinilah letak pakaian. Kemudian beliau eletakkan empat jari beliau di bawah empat jari (yang pertama, pent.) lalu berkata: "Wahai 'Amru (sampai) di sinilah letak pakaian."
Dari Abu Ishaq, beliau berkata:
"Saya melihat manusia dari sahabat-sahabat Rasulullah  memakai sarung sampai ke setengah betis-betis mereka."

Lalu beliau menyebut Usamah bin Zaid, Ibnu 'Umar, Zaid bin Arqam dan al-Barra' bin 'Azib". (Ditakhrij oleh Ibnu Abi Syaibah 8/393 dengan sanad yang shahih, rijal (para perawinya) adalah rijal yang lsiqah (terpercaya), rijal (kitab) Shahih (Bukhary, ).
Berkata Ibnu Hajar (dalam kitab Fathul Baary, pent.) 10/ 259: "Walhasil, bahwasannya bagi (pakaian) laki-laki itu terdapat dua keadaan, (yang pertama): keadaan istihbab (disukai), yakni keadaan pakaian yang pendek sampai pada setengah betis, dan (yang kedua): keadaan jawaz (dibolehkan), yakni keadaan pakaian sampai kedua mata kaki." (Dengan demikian maka) batas akhir dari pakaian adalah sampai kedua mata kaki - yakni dua daging yang muncul di antara akhir betis dan permulaan telapak kaki dari kedua sisi dan tidak ada hak bagi kedua mata kaki dalam masalah pakaian (yakni kedua mata kaki tidak boleh ditutupi oleh pakaian ) .

5. APAKAH YANG AKAN DIAZAB DARI ORANG YANG ISBAL ITU KEDUA MATA KAKINYA ATAUKAH PAKAIANNYA ?
Dari Abi Hurairah berkata: Rasulullah bersabda:
"Apa yang berada di bawah mata kaki dari pakaian, maka tempatnya di neraka."
Al-Khatthabiy berkata: "Yang dimaksudkan oleh beliau adalah tempat yang dicapai oleh pakaian yang melewati mata kaki itu (disiksa) di Neraka. Kata "pakaian" itu hanyalah merupakan kinayah (bahasa kiasan ) dari tubuh pemakainya, sedangkan maknanya adalah bahwasannya bagian tubuh yang lebih dari kedua mata kaki, akan diazab sebagai suatu hukuman. Wal lasil dia merupakan bagian dari penamaan sesuatu dengan nama sesuatu yang mendekatinya, atau (berupa pakaian, ) yang berlabuh diatasnya".
Dalam mensyarah hadits-hadits tersebut Al-Hafizh Ibnu Hajar mengatakan: "Tidaklah mengapa hadits-hadits tersebut dipahami sebagaimana zhahimya, dan dia termasuk dalam bab (sebagai mana firman Allah).
"Sesungguhnya kamu dan apa yang kamu sembah selain Allah adalah umpan Jahannam." ( QS. Al- Anbiyaa': 9 8 ) .
Yang memperkuat hal tersebut adalah sabda Nabi:
"Demi Yang jiwaku berada di tangan-Nya, Sesungguhnya sebuah baju yang diambil (oleh seseorang) dalam perang khaibar dari ghanimah yang tidak masuk dalam pembagian, niscaya api neraka akan menyala di atasnya. Maka tatkala manusia mendengar hal tersebut, datanglah seorang laki-laki dengan (membawa) satu atau dua tali terompah (sandal) kepada Nabi -0$sambil berkata: "Seutas tali sandal dari api neraka atau dua utas tali dari api neraka". (Muttaffaq 'alaih).

6. DALAM HAL APA SAJA (HUKUM) ISBAL ITU BERLAKU ?
Dari Abdullah bin 'Umar berkata: Rasulullah bersabda:
"Isbal itu berlaku pada sarung, gamis dan sorban. Barangsiapa yang menurunkan sedikitpun daripadanya karena sombong niscaya dia tidak akan dipandang oleh Allah pada hari kiamat nanti." (Ditakhrij oleh Abu Dawud dan Nasa'iy serta dishahihkan oleh Syekh Al-Albany dalam Shahiihul Jaami' no.2770).
Ibnu Umar juga pernah berkata: "Apa saja yang dikatakan oleh Rasulullah mengenai sarung, maka hal itu juga berlaku pada gamis." (Ditakrij oleh Abu Dawud).
At-Thabary berkata: "Khabar yang ada hanyalah (berupa) lafazh '"izaar "(sarung) sebab kebanyakan orang pada masa beliau memakai sarung dan mantel, sehingga tatkala orang-orang mengenakan gamis, dan baju besi, maka hukumnya adalah (sama dengan) hukum sarung dalam masalah larangan". (Dikutip dari Fathul Baary 10/262).
Ibnu Batthal berkata, "Ini adalah merupakan qiyas yang benar. Sekalipun nash tidak menggunakan kata "tsaub" (pakaian), sebab dia meliputi semua itu". (Rujukannya sama dengan yang sebelumnya). Dan telah kami sebutkan sebelumnya, hadits:
"Barangsiapa yang menurunkan pakaiannya karena sombong, maka Allah tidak akan memandangnya pada hari kiamat." (Hadits Shahih).
Ini adalah merupakan nash umum yang meliputiarung, gamis (kemeja), baju arab, sirwaal (celana panjang) yang islami, burnus (kopiah panjang) dari Maghriby, mantel, pantalon (celana panjang) buatan Perancis, serban, lengan baju, dan lain sebagainya dari (model-model) pakaian, baik itu pakaian zaman dahulu maupun pakaian modem. Maka kalaupun hal itu tidak diharamkan dari sisi karena adanya unsur kesombongan dan halhal yang dapat mengantarkan kepada kesombongan, namun tetap diharamkan dari segi adanya israf (pemborosan). Sebagaimana sabda Nabi :
"Makanlah, minumlah dan bersedekahlah, selama tidak berlebih-lebihan dan tidak sombong." ( Hadits Hasan, dalam Shahihul Jami' no. 505).
Ibnu Abbas berkata:
"Makanlah sesuka hatimu, dan berpakaianlah sesuka hatimu. Yang membuat kamu bersalah hanyalah dua hal, yakni: boros dan sombong". (Ditakhrij oleh Al-Bukhari secara Muallaq1 (", dan (dinyatakan) bersambung (sanadnya) oleh Ibnu Abi Syaibah. Lihat Fathul Baary, 10/525).

A. Isbalnya "Ridaa"' (mantel).
Adapun isbalnya mantel, yakni jika apabila panjang kedua ujungnya mencapai di bawah kedua mata kaki. Demikian pula dengan isbalnya pantalon, sehingga pada pantalon itu terdapat beberapa pelanggaran:
1). Penyerupaan dengan orang-orang kafir.
Padahal orang Islam telah diperintahkan untuk menyelisihi dan berbeda dengan mereka. Jika kita katakan bahwa penyerupaan tersebut telah hilang, dengan dalih hal tersebut telah memasyarakat, maka kita katakan, tidak begitu. Justru hal tersebut tidak terjadi pada masyarakat yang telah dikuasai oleh pakaian Arab seperti pada negara-negara Teluk dan sebagainya, atau negara-negara yang telah dikuasai oleh sirwal (celana panjang yang) islamy - yang kedua kakinya longgar (luas) - seperti di Negara Afhgan, Pakistan dan lain-lain. Karena sesungguhnya berbedanya seorang muslim dengan kaumnya beserta keserupaannya dengan orang-orang kafir dalam memakai pantalon, tak dapat diartikan lain kecuali bahwasannya hal itu merupakan bentuk penyerupaan dengan mereka.

2). Sempit dan membentuk aurat (postur tubuh),
terutama ketika ruku dan sujud. Hal ini diharamkan, sebagaimana kesepakatan (ulama).

3). Isbal (yakni panjang melebihi mata kaki,)
4). Kami tambahkan bahwa kebanyakan yang terjadi adalah
 bahwasannya sebagian orang ketika dia melaksanakan shalat dengan memakai pantalon lalu dia ruku' atau sujud maka pantalonnya terbuka dari belakang sehingga kelihatan sesuatu dari auratnya dan tanahpun bertambah basah.

Kami melihat akan pentingnya menyebutkan pendapat Syekh Al-Albany dalam sebagian rekaman beliau, yang dinukil dari risalah Tanbiihaat Haammah Alaa Malaabisil Muslimin (Peringatan Penting Mengenai Pakaian Muslim [laki-laki]), halaman 27-28; beliau bekata: "Pada pantalon itu terapat dua mushibah.
petama, adalah: bahwasanya pemakainya menyerupai orang-orang kafir.
Kaum muslimin dahulu, mereka memakai "sarawil" u) yang lapang dan longgar sebagaimana masih dipakai oleh sebagian orang di Suriya dan Libanon. Orang-orang Islam tidak mengenal pantalon kecuali ketika mereka dijajah, kemudian setelah para penjajah itu ditarik, merekapun meninggalkan pengaruh-pengaruh mereka yang buruk. Dan kemudian kaum muslimin mengambilnya disebabkan karena kebodohan mereka. (Dan adalah merupakan kewajiban bagi kaum muslimin untuk mempengaruhi orang-orang kafir, bukan justru terpengaruh dengan mereka).
Mushibah yang kedua adalah bahwasannya pantalon itu membentuk aurat, sedangkan (batas) aurat laki-laki itu adalah dari pusar sampai ke lutut. Seseorang yang melakukan shalat, difardhukan agar ketika dia sedang sujud, dia menjadi lebih jauh lagi dari melakukan maksiat kepada Allah. Lalu kelihatan kedua pantatnya yang menonjol, bahkan kelihatan apa yang berada di antara kedua pantatnya menonjol. Lalu bagaimana mungkin manusia ini melakukan shalat dan dia berdiri dihadapan Rabb semesta alam (dalam keadaan seperti itu).
Dan lebih mengherankan lagi bahwasannya kebanyakan diantara pemuda kaum muslimin mereka mengingkari wanita-wanita, yakni pakaian mereka yang sempit sebab (pakaian mereka tersebut) membentuk postur tubuh mereka. Para pemuda tersebut lupa akan diri mereka sendiri bahwa ternyata mereka sendirilah yang jatuh kedalam apa yang mereka ingkari. Dan tidak ada bedanya antara wanita yang memakai pakaian sempit hingga membentuk postur tubuhnya dengan pemuda yang memakai pantalon, sebab dia juga membentuk (model) pantatnya. Sedangkan pantat lelaki dan pantat wanita dari segi aurat, keduaduanya sama saja. Oleh karena itu maka wajib atas para pemuda untuk memperhatikan musibah yang telah menggerogoti (kebanyakan dari) mereka ini kecuali orang-orang yang dikehendaki oleh Allah, dan amat sedikitlah mereka ini. Oleh karena itu maka (memakai) pantalon itu haram (hukumnya), sebab di samping merupakan penyerupaan terhadap orang-orang kuffar, juga karena dia (dapat) membentuk aurat besar."
B. Isbalnya "Imamah" (sorban)
Adapun mengenai masalah isbal pada imamah (sorban), maka Al-Hafizh telah mengatakan di dalam kitab Fathul Baary, bahwa "yang dimaksud dengannya adalah kebiasaan orarg-orang arab berupa menurunkan "adzbaat"( ekor-ekor sorban). Maka apa saja yang melebihi kebiasaan dalam masalah tersebut, maka dia termasuk is bal". (Dikutip dari Fathul Baary, 10/ 262).
Dengan demikian maka memanjangkan sorban melewati kebiasaan, diharamkan jika dilakukan dengan sombong. Kemudian, sesungguhnya dia termasuk israf (berlebih-lebihan) yang dilarang, (sebagaimana terdapat) dalam hadits terdahulu, dan juga termasuk bid'ah.
Syeikh Khairuddin Wanily berkata dalam kitab beliau yang sangat bagus Al-Masjid fil-Islaam:: "Terkadang (sorban seseorang) menjadi berat untuk dibawa oleh kepala dan menyelisihi kesederhanaan Islam. Karena itu tidak mungkin Rasulullah memiliki sorban seperti ini yang membutunkan waktu lilitan yang lama, belum lagi dia merupakan israf (berlebihan-lebihan) dalam (memakai) kain, sehingga (kita dapati) sebagian dari sorban-sorban (seperti) ini sampai mencapai puluhan siku dan membutuhkan alat khusus untuk melilitnya". (Dikutip dengan sedikit perubahan).
C. Isbalnya "Akmaam" (lengan baju).
Adapun memanjangkan lengan baju sebagaimana yang kami lihat pada pakaian sebagian dari penduduk Sha'id dan Riif di Mesir, demikian juga dengan sebagian dari saudara-saudara kita dari penduduk Sudan. Maka sesungguhnya dapat kita gambarkan sebagaimana yang digambarkan oleh Ibnul Qayyim bahwasannya: "Dia adalah lengan baju yang luas dan panjang seperti "akhraj", (maka yang seperti ini) tidak pernah dipakai oleh Rasulullah  dan tidak pula oleh seorangpun dari sahabat-sahabat beliau 4^e>, sehingga dia menyelisihi sunnah. Dan untuk membolehkannya perlu diteliti kembali, sebab hal ini termasuk dalam jenis "khuyala"' (kesombongan)". (Zaadul ma'ad 1/140).
Berkata Asy- Syaukany:  "Sungguh telah menjadi manusia yang paling masyhur dalam menyelisihi sunnah ini (yakni kewajiban mengangkat pakaian keatas mata kaki) pada zaman kita (sekarang) ini adalah para ulama', sehingga nampak dari salah seorang di antara mereka sungguh telah menjadikan untuk gamisnya dua lengan yang setiap salah satu dari keduanya cukup untuk dijadikan sebuah jubah atau gamis untuk seorang anaknya atau anak yatim yang masih kecil. Dan di dalamnya tidak ada sedikitpun (yang diperoleh) dari manfaat-manfaat duniawy melainkan hanyalah kesia-siaan belaka, pembebanan terhadap diri dan menghambat gerak tangan dalam berbagai manfaat, serta mengakibatkan cepatnya mengalami sobekan, dan merusak pemandangan. Tidak ada sedikitpun yang didapat dari manfaat- keduniaan selain dari menyelisihi sunnah, isbal, dan kesombongan". (Dikutip dengan sedikit perubahan dari Nailul Authaar 2/108).


No comments:

Post a Comment