1. Pengertian Isbal
A. Makna Isbal Menurut
Bahasa
1. Ibnu Atsir
mengatakan didalam kitabnya An Nihayah Fii Gharibil Hadits juz 339 tentang Hadits (Yang artinya) “
tiga jenis yang tidak dilihat oleh Allah pada hari
kiamat : “Orang yang Musbil“. Artinya adalah orang yang memanjangkan pakaiannya dan membiarkannya sampai ketanah
saat berjalan.”
2. Ibnu Manzhur
mengatakan dalam Kitab Lisanul ‘Arab juz 6 hal. 163 : artinya menurunkannya. Dan jika dikatakan : adalah
apabila ia memanjangkannya dan melabuhkan
pakaiannya sampai menyentuh tanah.
3. Imam Ar Razi
mengatakan dalam Mukhtarush Shihah hal. 283 yaitu apabila ia memanjangkannya.
B\. Menurut istilah :
1. Imam Nawawi
mengatakan :” Adapun sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam maknanya adalah memanjangkan
ujungnya.” (Syarah Shahih Muslim juz2 hal.
116, bab Ghalthu Tahrimil Isbalil Izari)
2. Pengarang ‘Anunul
Ma’bud mengatakan arti hadits “ hati-hati engkau terhadap Isbal kain ” yaitu hati-hatilah engkau,
jangan menurunkan dan memanjangkannya
di bawah mata kaki” (‘Aunul Ma’bud Syarah Sunan Abi Daud juz 11 hal. 136 \ Kitabul Libas \ Bab Maa Ja’a Fii Isbalil
Izar).
Definisi lain dari Isbal :
Berkata Sipemilik Kamus (maksudnya
adalah"Kamus Almnhiith",
pent.), pada halaman 1308 artinya: "air mata dikatakan isbal apabila mengalir" a llangit isbal, yakni "menurunkan hujan"'.
apabila ia seseorang
menurunkan pakaiannya".
Berkata Ibnul Atsir tsfeb dalam
An-Nihayah (2/339): "Di
dalam hadits dikatakan :
Ada
tiga golongan orang yang tidak akan dilihat Allah di hari Kiamat: orang yang
isbal pakaiannya, yakni orang yang memanjangkan pakaiannya dan menyeretnya ke
tanah apabila ia berjalan, dan sematamata dia melakukannya karena sombong dan
angkuh"
PENGERTIAN "AL-KHUYALAA'"
Berkata Al Feiruz Abadi dalam kamus Al-Muhiith
(halaman 1288): adalah
(kesombongan).
Dalam "An-Nihayaji"
f{2/o93,)„
disebutkan: "Dan
di dalam hadits: yang artinya: "Barang siapa 'yang
memajangkan pakaiannya karena "khuyala"' maka Allah tidak akan memandang
kepadanya ". Kata khuyala' dan khiyala'
PENGERTIAN AL-KA'BAIN"
Mengenai pengertian "Al ka'bain" terdapat
tiga perbedaan pendapat :
Pertama: Imam Malik, Imam
Syafi'i dan jumhur ahli sunnah berpendapat bahwa yang dimaksud dengan Al Ka'bain adalah
dua tulang yang menonjol pada persendian antara betis dan telapak kaki dari dua
arah (kanan dan kiri). Dan dalam bahasa Arab setiap yang menonjol itu dinamakan
"ka'b" sehingga
tetek wanita yang menonjol dari dadanya juga dinamakan "ka'b".
Kedua: Ibnul Qasim
berkata: "Yang dimaksud dengan Al ka'bain adalah dua tulang yang menonjol
di depan telapak kaki", dan Muhammad bin Al- Hasan As- Syaibani juga
mengatakan demikian (Lihat Ahkaamul Qur'an oleh
Ibnul Araby 2/580).
Ketiga: Ada sekelompok
orang yang berpendapat bahwa "Al
Ka'bain" adalah kedua tulang vang terdapat di
punggung telapak kaki. Dan ini adalah pendapat mazhab syi'ah.
Yang paling kuat adalah
pendapat pertama, sebab kita diperintahkan untuk membasuh kedua kaki sampai
kedua ka'bain (mata
kaki) bahkan Rasulullah SAW telah mempraktekkannya
sebagai penerarapan dari firman Allah SWT.
" Dan usaplah
kepalamu dan (basuhlah) kakimsampai kepada kedua matakaki."
Maka barang siapa yang
tidak membasuh ka'bain,
yakni dua tulang yang menonjol pada persendian antara betis dan
telapak kaki (yakni mata kaki), maka wudhunya tidak sah. Adapun menurut Syi'ah
orang yang tidak membasuh kedua mata kakinya, wudhunya tetap sah dan ini adalah
pendapat yang bathil, sebab bertentangan dengan hadits dari Khalid bin Ma'dan.
"Bahwasanya Nabi melihat seorang laki-laki yang pada
punggung telapak kakinya ada belang sebesar dirham yang tidak terkena air
wudhu, lalu beliau menyuruhnya untuk mengulangi wudhu dan shalatnya" (Hadits
Shahih ditakhrij oleh Ahmad dan Abu Daud, lihat Al Irwaa' no.
86).
Dan juga bertentangan
dengan hadits:
Neraka Wail-lah bagi
tumit-tumit (yang tidak terkena air wudhu." (Muttafaq'Alaih)
Selanjutnya bahwasanya ayat terdahulu seperti:
"Maka basuhlah wajahmu dan kedua tanganmu sampai ke
siku." (QS
Al-Maidah 6
)
Maka sesungguhnya
pembahasan tentang masuknya kedua kaki dalam istilah ka'bain sama
halnya dengan masuknya siku dalam masalah wudhu, sebab ka'b itu
termasuk dalam kategori betis sebagaimana halnya siku masuk dalam kategori lengan
(demikianlah yang dikatakan oleh Abu Bakar Ibnul Araby dalam Qur'an
2/580).
Dan barangsiapa
menginginkan pembahasan lebih luas dalam masalah ini, maka hendaklah merujuk
kepada kitab An Nihayah oleh Ibnul Atsiir (4/148),
Lisaanul Arab (1/717) dan Qamus
Al-Muhiith (hal. 168).
2. Dalil-dalil yang Menunjukkan
Bahwa Menjulurkan Pakaian (Melewati Mata Kaki ) Karena Sombong Termasuk Salah Satu Dari Dosa
Besar.
2.1 Dari Kitabullah
Allah Ta’ala Berfirman :
"Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya kamu sekali-kali
tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan sampai setinggi
gunung". (QS. Al-lsra': 37)
Dan Allah berfirman:
"Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri." (QS.
Luqman: 18).
2.1 Dari As-Sunnah
Dari
Ibnu Umar bahwasanya Rasulullah bersabda:
"Sesungguhnya orang yang menurunkan pakaiannya (melewati
mata kaki,vmL) dengan sombong tidak akan dipandang oleh Allah pada hari kiamat
nanti". (Muttafaq 'Alaih).
Dan
Ibnu Majah telah mentakhrij (hadits ini) dari hadits Abu Hurairah secara makna.
2. Dari Abu Sa'id secara marfu':
" barangsiapa yang menurunkan pakaiannya (di bawah
mata kaki) karena sombong, niscaya Allah tidak akan memandang kepadanya." ( Hadits Shahiihul
Jaami' no.6592).
3. Dari
Ibnu Mas'ud berkata: Rasulullah bersabda:
"Tidak akan masuk jannah, orang yang di dalam hatinya
terdapat seberat dzarrah dari kesombongan." (Ditakhrij oleh
Muslim 2/ 89, Syarah An-Naivawy).
4. Dari 'Amri bin Syu'aib, dari bapaknya,
dari kakeknya, dari Nabi :
"Akan dikumpulkan
orang-orang yang menyombongkan diri pada hari kiamat nanti seperti semut kecil
dengan rupa manusia, mereka dilampaui oleh segala sesuatu karena kecilnya
sampai mereka masuk ke dalam suatu penjara di dalam neraka Jahannam yang diberi
nama "Bulas", api-api meliputi mereka. Mereka diberi minum dari tanah
busuk hasil perasan penduduk neraka." (Ditakhrij oleh Ahmad dengan sanad
yang hasan).
3. Haram Melakukan Isbal
Walau Tidak disertai Rasa Sombong
Ketahuilah wahai hamba Allah -semoga Allah
memberikan pengetahuan kepadaku dan juga anda- bahwasanya melakukan isbal (bagi
laki-laki) diharamkan karena beberapa alasan:
Pertama:
Terdapat ancaman Neraka bagi orang yang melakukan isbal sekalipun
tidak disertai rasa sombong, sebagaimana terdapat dalam haditshadits berikut:
1.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas secara marfu':
'Setiap sesuatu
yang melewati mata kaki dari pakaian (tempatnya adalah) di Neraka" (Lihat
Shahiihul Jaami' no. 4532)
2. Dari Abu Hurairah dari
Nabi beliau bersabda:
"Apa yang
turun melewati mata kaki dari pakaian maka (tempatnya) di Neraka" (Hadits
ini ditakhrij oleh Al-Bukhari).
3. Dari Aisyah dari Nabi :
"Apa saja
yang berada di baivah mata kaki dari pakaian (tempatnya) di Neraka" (Hadits
Shahih nditakhrij oleh Ahmad)
4. Dari Samurah bin Jundub
juga seperti hadits di atas.
5. Dari Ibnu Umar ^fe dia berkata Rasulullah bersabda:
"Apa saja
yang di balik (di bawah) mata kaki maka (tempatnya) di Neraka" (Lihat Shahihul
Jaami'
No.5618)
Kedua: Terdapat
perintah untuk mengangkat pakaian.
6. Dari Amru bin As Syarid
berkata Rasulullah bersabda kepada seorang laki-laki yang menjulurkan
pakaiannya (ke tanah):
"Angkatlah pakaianmu dan
bartaqwalah kepada Allah" (Takhrijnya akan disebutkan kemudian insya
Allah ).
7. Hadits Nabi:
"Sebaik-baik lelaki adalah
Khuraim Al Asady sekiranya tidak panjang rambutnya dan (tidak) isbal pakaiannya."
(Hadits ini derajatnya Hasan Lighairih.
Ditakhrij oleh Ahmad 4/321, 322, 345, dari hadits Khuraim bin Fatik Al-Asadi.
Di dalam sanadnya terdapat Abu Ishaq, dia adalah As-Sabi'iy seorang mudallis.
Dia telah mu'an'anah (meriwayatkan hadits dalam bentuk , ) , namun dia mempunyai penguat
dari hadits Sahi bin Hanzhaliyyah yang ditakhrij oleh Ahmad 4/179-180,
ditakhrij juga oleh Abu Daud 4/348, dan di dalamnya terdapat perawi yang
bernama Qais bin Bashir bin Qais At -Taghliby. Tidak ada yang meriwayatkan dari
beliau selain Hisyam bin Sa'd Al- Madany. Abu Hatim berkata: "Saya tidak melihat
sesuatu kejanggalan dalam hadits beliau.
Dan Ibnu Hibban memuatnya dalam
perawiperawi tsiqah.
Berkata Al Hafidz tentang beliau "Maabul" (diterima
periwayatannya,, pent.), yakni tatkala diikutkan, kalau tidak maka ia adalah Layyinul Hadits (lemah
haditsnya). Dengan demikian maka hadits ini derajatnya Hasan Lighairih (mencapai
hadits hasan karena ada hadits lainnya, pent.) walhamdu lillahi wal minnah. Dan
telah dihasankan pula
oleh An-Nawawi dalam Riyadhus Shalihin.
Maka perhatikanlah dua hadits tersebut dan
juga yang selainnya wahai saudaraku muslim, di dalamnya terdapat perintah dari
Rasulullah sedangkan kaedah mengatakan:
"Asal dari perintah hukumnya adalah
wajib",
Sesuai dengan firman Allah :
"Maka handaklah orang-orang
yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang
pedih." (QS
An-Nuur:63)
Ketiga: Ada
larangan isbal secara mutlak.
8. Dari Al Mughirah bin
Syu'bah berkata: "Telah bersabda Rasulullah
"Wahai Sufyan bin Sahi jangan
kamu melakukan isbal, sebab Allah tidak menyukai orang-orang yang melakukan
isbal."(Hadits ini dinyatakan hasan oleh Syekh Al-Albany dalam Shahih Ibnu Majah 2876).
9. Dari Jabir bin Sulaim
bahwasanya Nabi telah bersabda kepadanya :
"...dan hati-hatilah kamu
terhadap isbalnya sarung- (pakaian), karena sesungguhnya isbalnya sarung (pakaian)
itu adalah bahagian dari kesombongan, dan Allah tidak menyukai
kesombongan." (Lihat As Shahihah 770).
Sedangkan asal hukum larangan adalah
haram. Dalilnya adalah sabda Rasulullah :
"Apa saja yang aku perintahkan
kepada kalian, maka laksanakanlah semampu kalian, dan apa yang aku larang maka
jauhilah." (Muttafaq 'Alaih)
Dari sini anda melihat bahwa bentuk-bentuk
dan uslub-uslub larangan dan pengingkaran itu bermacam-macam, terkadang ada
yang berbentuk zajr
(celaan), demikian juga cara dan ushlub perintah, karena itu maka
tidak ada dalil-dalil yang mengharamkan isbal secara muthlak yang lebih jelas
dari pada hadits-hadits tersebut. Namun demikian saya juga -dengan mengharap
pertolongan Allah tfe - akan menyebutkan dalil-dalil yang lain, serta perkataan
ahli ilmu yang dapat menghibur orang-orang beriman, sehingga tidak ada hujjah (alasan)
bagi seseorang untuk melakukan isbal dan agar supaya orang-orang yang berakal
dapat mengambil pelajaran.
Al-Hafidz Ibnu Hajar mengatakan dalam kitab
Fathul Baary setelah
menyebutkan sebagian dari hadits-hadits terdahulu:
"Hadits-hadits
ini menunjukkan bahwa melakukan isbal yang disertai dengan rasa sombong,
merupakan salah satu dari dosa-dosa besar. Adapun jika dilakukan dengan tidak
disertai dengan rasa sombong, maka sesuai dengan zhahir hadits-hadits tersebut
juga diharamkan." (Lihat Fathul Baary 10/263).
Syeikh Ibnu Utsaimin berkata:
"Sesungguhnya isbalnya pakaian yang dilakukan dengan
tujuan menyombongkan diri, maka hukumannya adalah tidak akan dipandang oleh
Allah di hari kiamat nanti, dan ia tidak akan diajak bicara, dan tidak akan
disucikan dan ia akan mendapatkan azab yang pedih. Adapun jika dilakukan dengan
tidak bermaksud sombong, maka hukumnya adalah bahwa bahagian yang turun
melewati mata kaki (dari pakaiannya) itu akan disiksa dengan api Neraka"'.
Keempat:
Bahwasannya kita diperintahkanuntuk meneladani Nabi
Allah SWT berfirman
:
"Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu
suri tauladan yang baik bagimu, (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat)
Allah dan (kedatangan) hari Kiamat." (QS Al-Ahzab :21).
Dan Allah berfirman:
"Apa yang diberikan rasul kepadamu maka terimalah dia
dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah." (QS. Al- Hasyr:7)
Al-Hafidz Ibnu Katsir berkata ketika menafsirkan ayat :
"Dan orang-orang kafir berkata kepada orang-orang yang beriman:
kalau sekiranya dia (Al Qur'an) adalah suatu yang baik, tentulah mereka tiada
mendahului kami (beriman) kepadanya." (QS. Al-Ahqaaf: 11).
Kata beliau:
"Adapun Ahlussunnah Wal jama'ah, maka mereka akan
mengatakan terhadap setiap perbuatan dan perkataan yang tidak ada sumbernya
dari para shahabat:" ini adalah suatu bid'ah, sebab seandainya hal itu
merupakan suatu kebaikan, niscaya mereka (para shahabat) pasti telah lebih
dahulu melakukannya dari pada kita. Sebab mereka tidak pernah meninggalkan suatu
kebaikan pun melainkan mereka telah meng-amalkannya." (Dikutip
dari kitab Adillatu Tahriimi Halqil Lihyah).
Dalam hadits yang masyhur dari Al-Irbadh bin
Sariyah Rasulullah bersabda:
"Karena sesungguhnya barangsiapa yang hidup lama di
antara kalian niscaya dia akan melihat banyak terjadi perselisihan, maka
hendaklah kamu berpegang dengan sunnahku dan sunnah para khulafaur rasyidin yang
diberikan petunjuk sesudahku. Gigitlah (sunnah tersebut) dengan gigi gerahammu.
Dai berhati-hatilah kamu dengan perkara-perkara yang baru (dalam agama, pc"L)
karena sesungguhnya setiap perkara yang baru (dalam agama itu) adalah bid' ah."
(Hadits Shahih ditakhrij oleh Ahmad, Abu Daud dan At-Tirmidzi dan
beliau menshahihkannya, begitu pula Ibnu Rajab dan Al-Albany).
Juga sabda beliau :
"Maka barangsiapa yang benci terhadap sunnahku berarti
dia bukan dari golonganku" (HR Al-Bukhari dan Muslim dalam Shahihain).
Sesungguhnya beliau adalah penghulu orangorang bertaqwa dan
orang-orang suci, namun pakaian beliau sampai setengah betisnya, (sebagaimana diriwayatkan
oleh Ahmad dan At Tirmidzi dalam As Syama'il dan
lain-lain, hadits yang shahih):
"Adalah pakaian beliau sampai pada setengah kedua
betisnya". (Ditakhrij oleh Amad, Turmudzy dalam As-Syamaa'il, dan lain-lain.
Hadits ini shahih).
Abu Juhaifah mengatakan :
"Saya melihat Rasulullah ?ft
dan beliau ketika itu mengenakan
pakaian (mantel) yang berwarna merah, seakan-akan saya melihat putihnya kedua
betis beliau." (Muttafaqun Alaihi. Lihat Mukhtashar Al-Bukhari No.
211)
Dan hadits Utsman :
"Bahwasannya
pakaian Rasulullah sampai pertengahan kedua betisnya." (Ditakhrij oleh At Tirmidzi
dalam As
Syamail dan di shahihkan oleh Syeikh Al Albany No. 98)
Jika Rasulullah yang
beliau adalah manusiapaling bertaqwa dan paling jauh dari sifat kesombongan namun
beliau tawadhu (merendahkan
diri) lalu memendekkan pakaiannya khawatir akan terjadi ujub (angkuh)
dan kesombongan pada dirinya, maka mengapa tidak menjadikan beliau sebagai audwah (panutan),
orang-orang yang mengaku bahwasannya larangan melakukan isbal itu hanya jika
disertai kesombongan. Ataukah mereka lebih tawaddhu dari pada beliau.
Kelima: Sesungguhnya memanjangkan pakaian (melewati
mata kaki) itu merupakan indikasi kesombongan, dan merupakan dzari'ah (sarana
yang membawa) kepada kesombongan. Sedangkan syari'at telah mencegah hal-hal
yang dapat membawa kepada hal-hal yang diharamkan, dan bahwasanya hukum sarana
itu sama dengan hukum tujuan.
Al Hafidz Ibnu Hajar (dalam Fathnl Baari 10/264)
berkata:
"Sesungguhnya isbal itu menghendaki dipanjangkannya pakaian,
sedangkan memanjangkan pakaian itu menghendaki adanya kesombongan, sekalipun orang
yang memakainya tidak bermaksud demikian".
Perkataan beliau ini diperkuat oleh
riwayat dari Ibnu Umar yang dinyatakan marfu' (sampai kepada Nabi , sabda beliau :
"Dan hindarilah olehmu isbal dalam berpakaian karena
sesungguhnya memanjangkan pakaian melewati nmata kaki itu termasuk tanda
kesombongan" (Hadits Shahih).
Dan dalam hadits Jabir bin Sulaim sabda Nabi:
"Dan hati-hatilah kamu dengan memanjangkan pakaian (melewati
mata kaki) karena sesungguhnya memanjangkan pakaian (melewati mata kaki itu) termasuk
kesombongan dan (sombong itu, pent•) tidak disukai oleh Allah." (Lihat
As- Shahihali no.
770).
Bahkan tidak kita dapati
suatu kesombonganpun yang dilakukan (oleh seseorang) yang lebih besar dari pada
yang dilakukan oleh orang yang telah mengetahui adanya ancaman dari Nabi kemudian
dia masih tetap melakukannya.
Dalam hadits Amru bin Tsarid terdahulu dikatakan:
"Rasulullah
melihat dari jauh seorang laki-laki yang menurunkan pakaiannya (melewati mata
kaki), lalu beliau cepat-cepat mengejarnya atau berlari-lari kecil untuk
mengejarnya sambil bersabda: "Angkatlah pakaianmu dan bertakwalah
(takutlah kamu) kepada Allah!" Dia menjawab: "Sesungguhnya aku adalah
orang yang ahnaf (bengkok kaki seperti X, pcn') lututku saling
berbenturan". Rasulullah bersab-da:"Angkatlah pakaianmu karena
sesungguhnya setiap ciptaan Allah itu indah". Maka tidaklah terlihat dari
orang tersebut setelah itu melainkan pakaiannya sampai kesetengah
betisnya." (Di takhrij oleh Ahmad dan lainnya. Hadits
ini sesuai dengan syarat Bukhari dan muslim. Lihat As Shahihah no. 1441).
Dalam riwayat tersebut Rasulullah tidak bertanya kepadanya "Apakah kamu
melakukannya dengan sombong atau tidak?" Sehingga jika ia menjawab
"Ya", niscaya beliau akan berkata kepadanya: "Jangan kamu
lakukan itu" dan jika ia mengatakan "Tidak" maka beliau akan
memberikan keringanan baginya.
Di samping itu, dalam hadits tersebut
shahabat telah menjelaskan maksudnya bahwa apa yang dilakukannya bukan karena
sombong namun demikian beliau tidak menerima alasan tersebut bahkan beliau
mencegahnya dari melakukan isbal serta memerintahkannnya untuk takut kepada
Allah tif ini merupakan dalil bahwasanya perbuatan isbal itu secara muthlak
menafikan (menghilangkan) ketakwaan (rasa takut) kepada Allah.
Keenam:
Bahwasannya isbal itu merupakan bentuk menyerupai wanita.
Dari Ibnu Umar berkata, Nabi bersabda :
"Barangsiapa yang memanjangkan pakaiamiya karena sombong
maka Allah tidak akan memandang kepadanya pada hari Kiamat". Maka timmu
Salamah bertanya: "Lalu bagaimana yang harus diperbuat oleh para wanita
terhadap ujung-ujung (pakaian) mereka?" Jawab beliau: "Hendaklah
mereka memanjangkannya sejengkal (dari mata kaki, pent.)", Ummu Salamah
berkata: "Kalau begitu telapak kaki mereka akan kelihatan (kalau mereka
berjalan, pent."), beliau menjawab : "Kalau begitu panjangkan sehasta
dan tidak boleh lebih dari itu." (Hadits Shahih riwayat Abu Daud, At
Tirmidzi dan Nasa'iy).
Perhatikanlah wahai
saudaraku muslim bagaimana Nabi 2§§ mengkhususkan
para wanita dengan hukum yang berbeda dengan hukum bagi para lelaki serta
menghususkan mereka dari keumuman nash.
Dan dalam hadits (yang
lain) dikatakan:
"Allah melaknat laki-laki yang memakai pakaian perempuan
dan perempuan yang memakai pakaian laki-laki." (Hadits
Shahih riwayat Abu Daud danl
ainnya).
Berkata Syaikhul Islam
Ibnu Taimiyah :
"Telah kita jelaskan bahwasannya penyerupaan dalam
perkara-perkara yang zhahir akan mewariskan penyerupaan dalam akhlaa dan amal
perbuatan. Karenanya kita dilarang menyerupai orang-orang kafir dan dilarang
bagi setiap laki-laki dan wanita untuk saling menyerupai satu sama lain".
Lelaki yang menyerupai wanita maka dia akan mendapatkan akhlak mereka (perempuan)
sedangkan wanita yang menyerupai lelaki juga akan mendapatkan akhlak para
lelaki, sehingga akan terjadilah tabarruj (bersolek), penampakan
(bagian-bagian) tubuh, serta keikut sertaan (kaum wanita) kepada para lelaki,
yang terkadang membuat sebagian kaum wanita menampakkan tubuhnya seperti yang
dilakukan oleh kaum lelaki, dan mereka akan menuntut untuk menjadi lebih tinggi
dari kaum lelaki serta melakukan hal-hal yang dapat menghilangkan rasa malu
kaum wanita" (Diringkas dari Majmu'
Fataawaa 22/154).
At-Thabrani berkata :
"Tidak diperbolehkan bagi para lelaki untuk menyerupai
kaum wanita dalam masalah pakaian dan perhiasan yang dikhususkan bagi kaum
wanita"
Dari Kharsyah bin Al-
Hurr ia berkata:
"Saya telah melihat Umar bin Khattab tiba-tiba
lewatlah di hadapan beliau seorang pemuda yang isbal pakaiannya dan ia
menyeretnya ke tanah, lalu beliau memanggilnya lalu berkata kepadanya,
"Apakah anda haid?" la menjawab: "Wahai amirul mu'minin apakah
laki-laki juga haid ?" Umar berkata: "Lalu kenapa engkau menurunkan
pakainmu sampai ke atas telapak kakimu!!" setelah itu beliau meminta pisau
kemudian mengumpulkan ujung pakaiannya lalu memotong kain yang melewati mata
kaki" Kharsyah (perawi) berkata: "Seakan-akan saya melihat
benangbenang (berhamburan) di atas tumit- nya" (Riwayat
ini sanadnya shahih, di takhrij oleh Ibnu Abi Syaibah 8/393 lebih ringkas dari
ini).
Wal hasil bahwasannya isbal bagi
wanita itu wajib hukumnya sebab wanita itu adalah aurat. Al hafidz Ibnu Hajar
Al Asqalany berkata :
"Bagi wanita itu ada dua keadaan; yakni keadaan yang
"disukai" yaitu keadaan dimana (panjangpakaiannya) melebihi apa yang
diperbolehkan bagi para lelaki dengan ukuran sejengkal (ke bawah mata kaki) dan
keadaan yang "diperbolehkan" yakni dengan ukuran hasta (di bawah mata
kaki) (Dikutip dari Fathul Baari 10/259).
Maka tiada daya dan
kekuatan melainkan dengan pertolongan Allah*H. Di zaman ini timbangan telah
terbalik, sehingga lelaki telah menurunkan pakaiannya menyerupai wanita dan
tidaklah nampak dari diri mereka selain wajah dan kedua telapak tangan!
Sedangkan wanita membuka pakaiannya, sehingga kelihatan kedua betisnya, bahkan
lebih dari itu. Bahkan hal tersebut semakin bertambah, sehingga lelaki yang
memendekkan pakaiannya diingkari dan diperolok-olok, h
a n y a karena dia ingin meneladani Nabi .
Demikian pula dengan para wanita yang memanjangkan jilbabnya karena ketaatan
(kepatuhan) kepada Allah dan Rasul-Nya, mereka diperolokolok dan diejek oleh
manusia. Cukuplah Allah "Mi
sebagai tempat untuk kita mengadu.”
Ketujuh: Bahwasanya pada isbal itu terdapat pemborosan.
Tidak dapat diragukan
lagi bahwasannya pembuat syari'at (Allah tH) telah menjadikan ukuran (batasan
tertentu) bagi pakaian laki-laki, oleh karena itu apabila seseorang laki-laki
memanjangkan pakaiannya melewati batas yang telah di tentukan baginya, maka
berarti dia telah melaku-kan suatu pemborosan. Sungguh Allah telah berfirman:
"Makan dan minumlah dan janganlah berlebihlebihan sesungguhnya
Allah tidak menyukai orangorang yang berlebih-lebihan." (QS.7/ Al- A'raf :31)
Kedelapan: Bahwasanya orang yang
melakukan isbal, pakaiannya tidak aman dari terkena najis.
Masalah inilah yang
ditunjukkan oleh hadits yang ditakhrij oleh Ahmad dan At Turmudzi dalam As - Syama-il ,
dan dalam riwayat An Nasaa'i dari 'Ubaid bin Khalid (yang mana) dia berkata:
"Saya pernah berjalan dengan mengenakan mantel yang
saya julurkan (ke bawah mata kaki) lalu ada orang yang bekata kepada saya:
"Angkatlah pakaianmu, sebab hal itu membuatnya lebih tahan lama dan lebih
bersih", lalu saya pun menoleh ternyata beliau adalah Nabi ^H,
maka saya berkata: "Ini
hanyalah sebuah burdah (mantel) yang berkotak-kotak (yakni padanya terdapat
garis hitam dan putih)", maka beliaupun bersabda: "Mengapa kamu tidak
meneladani aku ?". Ubay berkata: "Kemudian saya memperhatikan (pakaian
beliau) ternyata pakaiannnya sampai ke setengah betis beliau". (Riwayat
ini dikatakan jayyid (baik sanadnya) oleh Al Hafidz dan dishahihkan oleh Syekh
Al Albany dalam Mukhtashar As-Syamaail Al
Muhammadiyah no. 97).
Dari Ibnu Mas'ud berkata
:
"Pernah seorang pemuda masuk menemui Umar maka pemuda
itu mulai memuji beliau". Ibnu Mas'ud berkata: "Lalu Umar melihat
pemuda tersebut menjulurkan pakaiannya, maka beliau berkata kepadanya:" Wahai
anak saudaraku angkatlah pakaianmu karena yang demikian itu lebih menjaga
takwamukepada Rabbmu dan lebih bersih bagi pakaianmu".
Maka ketika itupun Abdullah bin mas'ud berkata: "Betapa takjubnya aku terhadap
umar 11 jika dia melihat sesuatu yang ada hak Allah atasnya, maka tidak ada
sesuatu pun yang dapat mencegahnya untuk menegurnya (yakni ketika itu beliau
dalam keadaan merasakan sakitnya luka akibat tikaman yang menimpa beliau)"
(Riwayat ini ditakhrij oleh Al- Bukhari dan Muslim dan Ibnu Abi
Syaibah).
Dari hadits-hadits
tersebut nampak bahwa para salaf tidak berpendapat bahwasanya pakaian orang
yang musbil apabila terkena kotor atau najis maka dia akan dibersihkan oleh apa
yang berada sesudahnya (tanah sesudahnya).
Adapun hukum (isbal) yang
berhubungan dengan (pakaian) wanita, maka sesungguhnya seorang wanita pernah
bertanya kepada Ummu Salamah tentang hal tersebut dia berkata:
"Sesungguhnya aku memanjangkan ujung pakaianku sedangkan
aku berjalan di tempat yang kotor, maka Ummu Salamah menjawab telah bersabda Rasulullah:
"Dia akan dibersihkan oleh (tanah) yang berada sesudahnya." (Hadits
Shahih ditakhrij oleh Abu Daud dan lainnya).
Sesungguhnya telah
diberikan keringanan oleh Pembuat Syari'at terhadap wanita sebab dia
membutuhkan untuk tertutup, sebagaimana yang disabdakan Nabi :
"Wanita itu adalah aurat" (Ditakhrij
oleh Tirmidzi dan lainnya dan hadits ini shahih}.
Berbeda halnya dengan
kaum lelaki, dimana mereka dilarang melakukan isbal. Karena itulah sehingga mereka tidak
mendapat keringanan tersebut sebab keringanan itu hanya berlaku bagi orang yang
membutuhkannya (yakni kaum wanita ) .
3.
Syubhat-syubhat
Seputar Masalah Isbal Beserta Bantahannya
Syubhat
pertama :
Ada sebagian orang yang
mengatakan bahwa isbal
itu boleh asalkan tidak disertai kesombongan, mereka berdalil
dengan hadits Ibnu Umar (yang mana dia) berkata:
“Aku pernah masuk menemui Rasulullah dan
(ketika itu) pakaianku berbunyi
(karena terseretseret) maka beliau bertanya: siapakah ini ? jawabku: Abdullah
bin Umar, beliau bersabda: "Jika kamu adalah Abdullah (seorang hamba
Allah,pent.) maka nangkatlah pakaianmu", maka akupun mengangkatnya beliau
bersabda: "Tambah lagi", kata Ibnu Umar: "Maka akupun
mengangkatnya sampai mencapai setengah betis". Maka begitulah keadaan
pakaiannya sampai ia meninggal dunia. Kemudian beliau menoleh ke Abu Bakar lalu
bersabda: "Barangsiapa uang memanjangkan pakaiannya dengan sombong, maka
Allah tidak akan memandang kepadanya pada hari Kiamat". Maka Abu Bakar
berkata: "Sesungguhnya pakaianku sering turun", lalu Rasulullah
bersabda: "Kamu tidak termasuk dari mereka" (dalam riwayat yang lain
dikatakan: "Kamu bukan orang yang melakukannya dengan sombong"). (Ditakhrij
oleh Ahmad, Abdurrazzaq dan lainnya. Syeikh Al Albany mengatakan sanadnya
shahih sesuai dengan syarat Bukhari dan Muslim Lihat As
Shahihah 4/95).
Bantahan :
Sesungguhnya hadits yang
dipakai sebagai dalil untuk membolehkan isbal yang dilakukan tanpa disertai
kesombongan ini, kamipun memakainya sebagai dalil tentang pengharaman isbal secara
mutlak. Maka hadits ini sebenarnya bukanlah hujjah (untuk mendukung) mereka
namun dia merupakan hujjah (untuk membantah mereka).
Ketika mengomentari hadits tersebut Syeikh
Al-Albany :
"Dalam hadits tersebut terdapat dalil yang jelas bahwasannya
wajib bagi setiap muslim untuk tidak memanjangkan pakaiannya sampai di bawah
mata kaki akan tetapi hendaklah dia mengangkatnya ke atas kedua mata kaki
sekalipun hal tersebut dilakukan dengan tidak disertai rasa sombong.Dalam
hadits ini pula terdapat bantahan yang jelas terhadap para masyayikh yang
memanjangkan ujung jubah-jubah mereka sampai hampir-hampir menyentuh tanah
dengan dalih mereka melakukannya bukan karena sombong. Mengapa mereka tidak
meninggalkannya demi mengikuti perintah Rasulullah sebagaimana yang beliau
perintahkan kepada Ibnu Umar? Ataukah mereka merasa lebih suci hatinya daripada
Ibnu Umar?" (Lihat As shahihah 4/95 oleh
Al Albany).
Beliau juga mengatakan
dalam Muqaddimah ringkasan (Kitab) Asy -Syamail Al- Muhammadiyyah:
"....pada
zaman ini hampirh ampir kebanyakan dari kaum muslimin melupakan firman alah
Tabaraka wa Ta'ala:
"Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri
teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari Kiamat dan dia banyak menyebut Allah." (QS. Al Ahzab:21).
Dan di kalangan mereka
ada orang-orang tertentu dari sebagian para da'i dan lainnya, orangorang yang
zuhud (sedikit sekali) dari meneladani beliau dalam banyak petunjuk dan adab.
Seperti ketawadhuan beliau dalam berpakaian, cara makan, cara minum, cara
tidur, shalat, dan ibadah beliau. Bahkan di antara mereka ada orang yang sedikit
sekali mengikuti sunnah beliau dalam beberapa hal tersebut seperti makan dan
minum sambil duduk dan memendekkan pakaian sampai ke atas kedua mata kaki
bahkan mereka menganggap hal tersebut sebagai "tasyaddud" (perbuatan ekstrim)
dan membuat orang diluar islam menjauh dari Islam. Sehingga anda akan mendapati
sebagian di antara mereka yang tidak peduli menurunkan pakaiannya di bawah mata
kaki dengan anggapan bahwa dia melakukannya bukan karena sombong, sambil menghibur
hatinya dengan sabda beliau kepada Abu Bakar:
"Kamu bukanlah orang yang
melakukannya karena sombong,"
Mereka lupa akan
perbedaan antara diri mereka dengan diri Abu Bakar. Padahal beliau memang tidak
sengaja melakukan isbal sebagaimana yang sangat jelas dari perkataan
beliau:"
"Sesungguhnya salah satu
dari bagian sarungku sering turun." (Lihat Ghayatul
Maraam hadits ke 90).
Sedangkan mereka memang
sengaja menurunkan pakaiannya karena kebodohan atau karena masa bodoh dengan
sifat pakaian Rasulullah (lihat bab 17), dan sabda Nabi berikut, (no. 99):
"Inilah {yakni setengah
betis) tempatnya pakaian dan kalau kamu keberatan maka turunkanlah (sedikit) dan
kalau kamu keberatan maka tidak ada hak bagi pakaian pada mata kaki."
Dan dalam hadits yang
lain :
"Apa yang berada dibazvah mata kaki dari pakaian itu
tempatnya di Neraka." (Lihat Al-Misykaat 4314,
4331).
Dan hadits riwayat Muslim
dari Ibnu Umar, dia berkata:
"Aku pernah melewati Rasulullah dan pakaianku turun
maka beliau bersabda kepadaku: "Wahai Abdullah angkatlah pakaianmu", lalu akupun mengangkatnya, kemudian beliau bersabda
lagi: "Tambah
lagi", maka aku tambah (menaikkannya), maka semenjak itu akupun senantiasa
menjaganya. Lalu ada orang bertanya kepadanya (Ibnu Umar tepi.):
"Sampai dimana ?" jawab
beliau: "Sampai setengah kedua betis."
Saya (penulis) katakan:
"Apabila Ibnu Umar yang dia merupakan orang yang lebih afdhal di antara
shahabat dan orang yang paling taqwa diantara mereka namun Nabi tidak
membiarkannya melakukan isbal, maka bukankah hal itu menunjukkan bahwa adab
tersebut tidaklah bersangkut paut dengan kesombongan?. Dan bahwasanya seandainya
beliau melihat sebagian di antara para da'i yang memanjangkan jubahnya atau celana
panjangnya, niscaya beliau lebih pantas nuntuk mengingkari perbuatan mereka
itu. Dan ketika mereka dapat menanggapi pengingkaran beliau tersebut dengan
sangkaan mereka bahwa mereka melakukannya bukan karena sombong padahal mereka
memang sengaja melakukannya, niscaya Ibnu Umarlah orang yang paling tepat
(untuk beralasan seperti itu) sebab memang begitulah yang dilakukannya, bahwa
dia tidak melakukan itu karena sombong sebagaimana yang ditunjukkan oleh kata "Istirkhaa"' yakni
turun dengan
sendirinya. Namun demikian Rasulullah tetap
mengingkari perbuatannya lalu kemudian Ibnu Umar segera mematuhi kata-kata
beliau, maka masih adakah orang yang mematuhi kata-kata beliau sekarang ini
?"
"Sesungguhnya pada yang
demikian itu benar-benar terdapat peringatan bagi orang-orang yang mempunyai hati
atau yang meggunakan pendengarannya, sedang dia menyaksikannya." (QS. Qaaf: 3 7 ) .
Seandainya bukan karena
orang yang ditunjuk kepada mereka itu termasuk dari orang khusus yang mengharuskan
mereka menjadi qudwah (contoh) bagi yang lain, niscaya aku tidak akan
menunjukkan (menyebutkan) apa yang telah kusebutkan berupa kezuhudan dan
menjadikan orang lain zuhud dari mengikuti sunnah serta mencontohinya sebab
banyak sekali orang yang menyalahinya dengan kesalahan yang lebih besar dari
itu.
Ibnul Araby Al-Maliky
berkata:
"Tidak diperbolehkan bagi
seorang laki-laki untuk memanjangkan pakaiannya melewati mata kaki lalu dia
berdalih: "Aku tidak bermaksud sombong degannya", sebab larangan
tersebut telah mengenainya baik secara lafadz maupun secara "Ulat"
(sebab), dan lafadz (ucapannya itu) tidak boleh menyangkut masalah hukum lalu
ia mau berkata: "Saya bukanlah orang yang melakukannya (karena
kesombongan), karena Ulat (sebab) tersebut bukan berhubungan dengan kata
aku", sebab perkataan tersebut menyalahi syari'at dan anggapan itu tidak
diterima. Bahkan karena kesombongannyalah sehingga dia memanjangkan pakaian dan
sarungnya. Karena itulah maka kedustaannya dalam masalah tersebut sudah
pasti". (Lihat 'Aaridhatul al
Ahwadzy 7/238).
Berkata Syekh Ibnu
Utsaimin Adapun orang yang berhujjah dengan hadits Abu Bakar maka kami katakan
kepadanya bahwa dalam hadits tersebut tidak ada hujjah bagimu dipandang dari
dua sisi:
Pertama: Bahwasanya Abu Bakar mengatakan: "Sesungguhnya
salah satu dari ujung kainku sering turun, kecuali jika aku menjaganya."
Dengan demikian jelaslah
bahwa dia (Abu Bakar memang tidak sengaja menurunkan kainnya karena bermaksud
sombong dengannya (dan itu bukanlah kesombongan) akan tetapi pakaiannya turun
dengan sendirinya namun dia selalu menjaganya. Adapun orang-orang yang
melakukan isbal dan berdalih bahwa mereka tidak melakukannya karena sombong
akan tetapi mereka sengaja menurunkan pakaian mereka, maka kami katakan kepada
mereka; jika anda bermaksud untuk memanjangkan pakaian anda dengan tidak disertai
rasa sombong, maka anda akan diadzab dengan api Neraka sesuai dengan apa yang
turun dari pakaian anda. Dan apabila anda memanjangkannya dengan disertai rasa
sombong maka anda akan diadzab dengan adzab yang lebih besar lagi dari itu,
yakni anda tidak akan diajak bicara oleh Allah di hari kiamat dan tidak akan
dipandang (dengan pandangan rahmat), serta akan diazab dengan adzab yang pedih.
Kedua: Bahwasanya Abu Bakar telah menda-pat
rekomendasi dari Nabi dan beliau telah menyaksikannya bahwa Abu Bakar bukanlah
orang yang melakukan demikian karena sombong. Maka apakah salah seorang
diantara mereka juga telah mendapatkan rekomendasi dan kesaksian (seperti yang
didapati oleh Abu Bakar dari Rasulullah.)
Namun setan senantiasa
membuka peluang kepada sebagian manusia untuk mengikuti hal-hal yang mutasyabih
dari nash-nash Al Qur'an dan Sunnah agar dia menampakkan kepada mereka apa yang
pernah mereka kerjakan di dunia. Dan hanya Allah-lah yang dapat memberikan
petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya kejalan yang lurus. Dan kami memohon
semoga Allah memberikan petunjuk kepada kita dan juga mereka". (Dikutip
dari Fataawaa Muhitnmah Cet.
Jam'iyyah Turaats, dengan sedikit perubahan).
Syeikh bin Baaz
mengatakan dalam Fataawa beliau
yang disebarkan di majalah Ad Da'zvah hal.
920 sebagai bantahan terhadap orang yang berdalil dengan hadits Abu Bakar dan
sabda Nabi "Kamu bukanlah orang yang melakukannya karena sombong",
beliau berkata :
"Yang dimaksud oleh
Rasulullah $H adalah,
barangsiapa yang menjaga pakaiannya jika pakaiannya tersebut turun kemudian dia
mengangkatnya, maka orang seperti ini tidak dianggap sebagai orang yang memanjangkan
pakaiannya dengan sombong, sebab dia tidak sengaja memanjangkannya. (Yang
terjadi pada keadaan seperti ini) hanyalah bahwa pakaiannya sendiri
yang suka turun namun dia selalu mengangkat dan menjaganya. Yang demikian ini tidak
dapat dipungkiri akan keudzurannya. Adapun orang yang memang sengaja
menurunkannya baik itu celana, sarung atau baju, maka ia terkena ancaman, dan
perbuatannya itu tidak termasuk udzur. Sebab hadits-hadits shahih yang melarang
tentang isbal itu telah mengenai dirinya, baik secara lafaz maupun secara makna
dan maksudnya. Karena itu maka wajib bagi setiap muslim untuk berhati-hati terhadap
isbal dan takut kepada (siksaan) Allah dalam masalah tersebut dan hendaklah dia
tidak menurunkan pakaiannya melewati kedua mata kaki, sebagai pengamalan dari
hadits-hadits shahih tersebut dan kehati-hatian terhadap murka dan siksa
Allah."
Lagi pula, melakukan
pelanggaran yang merupakan perbuatan dari orang-orang yang sombong tersebut,
kemudian hendak berlepas diri dari penyakit ini (sombong) sebagai upaya
penyucian diri, padahal kenyataan menunjukkan yang sebaliknya.
Masalah ini semakin
bertambah jelas dengan adanya hadits dari Abi Umamah dimana ia berkata: "Tatkala kami bersama
Rasulullah tiba-tiba kami disusul oleh Amru bin Zarrah Al-Anshari dengan
(memakai) hiasan sarung dan mantel yang isbal maka Rasulullah mengambil ujung
pakainnya dan dengan bertawadhu' kepa-da Allah lalu berkata:
"Hambamu (laki-laki), anak hamba ( laki-laki)-Mu dan
anak hamba perempuan-Mu", sampai didengar oleh Amru lalu dia berkata:
"Wahai Rasulullah sesungguhnya aku ini mempunyai betis yang kurus". Maka
Rasulullah bersabda, "sesungguhnya Allah telah memperindah setiap
ciptaan-Nya, wahai Amru sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang isbal (pakaiannya)."
(Hadits ini ditakhrij oleh Thabrani dan derajatnya hasan).
Ketika mengomentari
hadits ini Ibnu Hajar berkata: "Zhahir hadits tersebut menunjukkan bahwa
Amru tidak bermaksud melakukan isbal karena sombong. Namun demikian dia telah dilarang
(oleh Rasululllah untuk melakukannya, sebab pada isbal itu terdapat
kesombongan". (Lihat Fathul Baary 10/264).
Beliau juga mengatakan:
"Dan dalam pertanyaan Ummu Salamah kepada Nabi : "Lalu bagaimanakah semestinya
para wanita berbuat terhadap ujung-ujung pakaiannya?"
Dalam hadits tersebut
terdapat dalil bahwasannya hadits-hadits yang melarang tentang isbal tidaklah
berkaitan dengan masalah sombong (atau tidak), sebab sekiranya demikian niscaya
permintaan keterangan dari Ummu Salamah (kepada Nabi sU) mengenai hukum wanita
yang memanjangkan pakaiannya itu tidak ada gunanya. Namun karena dia memahami
bahwa larangan dari isbal itu adalah bersifat muthlak baik itu karena sombong
atau tidak, maka diapun bertanya tentang hukum bagi wanita dalam masalah tersebut
disebabkan mereka perlu melakukan isbal untuk menutup aurat -sebab wanita
seluruh (tubuhnya) adalah aurat- lalu kemudian beliau menjelaskan bahwa hukum
mereka dalam masalah ini lain dengan hukum kaum lelaki" (Perkataan ini dikutip
secara makna dari perkataan Al Hafidz Ibnu Hajar dalam Fathul
Baari 10/259).
Syubhat Kedua:
Mereka menyangka bahwa
nash-nash yang datang secara muthlak mengenai larangan dari isbal
tersebut (seluruhnya) harus dikaitkan dengan dalil yang di dalamnya
terdapat lafadz "karena sombong".
Dan mereka mengatakan bahwa membawa (dalil) mutlak
(umum) kepada (dalil) mucjayyad (khusus)
itu wajib hukumnya.
Bantahan
Berkata Syekh Ibnu
Utsaimin "Sesungguhnya isbal itu jika dilakukan dengan maksud menyombongkan
diri maka hukumannya adalah: pelakunya tidak akan dipandang oleh Allah pada hari kiamat, tidak akan diajak bicara,
dan tidak akan disucikan, serta baginya siksaan yang pedih. Adapun jika
dilakukan tanpa bermaksud menyombongkan diri, maka hukumannya adalah akan
diazab apa yang turun melebihi mata kaki dengan Neraka sebab Nabi bersabda :
"Ada tiga (golongan orang) yang
tidak akan diaja1 bicara oleh Allah di hari Kiamat dan mereka tidak akan
diperhatikan dan tidak disucikan serta bagi mereka siksaan yang pedih: Orang
yang melakukan isbal, tukang adu domba dan orang yang menjual barangnya dengan
sumpah palsu ."(Hadits Shahih, ditakhrij oleh
Muslim, Ahmad, Ashaabus Sunan Dan lain-lain).
Beliau juga bersabda:
"Barangsiapa yang menurunkan pakaiannya (melewati matakaki)
karena sombong maka dia tidak akan diperhatikan oleh Allah pada hari
Kiamat."
Ada pun orang yang
melakukannya tanpa bermaksud sombong, maka dijelaskan dalam Shahih
Al-Bukhari dari Abu Hurairah bahwasanya Nabi bersabda :
"Apa saja yang melewati mata kaki dari pakaian, maka
(tempatnya) di Neraka."
Dalam hadits tersebut
beliau tidak menghubungkannya dengan (kata-kata) sombong. Dan kita juga tidak
boleh menghubungkannya dengan kesombongan, sebagaimana yang terdapat pada hadits:
"Pakaian seorang mu'min (laki-laki) adalah samv setengah
betisnya dan tidaklah berdosa mengapa baginya (untuk menurunkannya) di antara betis
dan kedua mata kaki dan apa yang melebihi mata kaki maka tempatnya di Neraka.
Dan barangsiapa yang menurunkan pakaiannya karena sombong maka dia tidak akan
dipandang oleh Allah di hari Kiamat (nanti)." (HR.
Malik, Abu Daud, Nasa'iy, Ibnu Majah dan lainnya).
Nabi telah menyebutkan
dua contoh (sekaligus) dalam satu hadits, dan beliau telah menjelaskan perbedaan
hukum keduanya, sebab ancaman keduanya berbeda. Keduanya berbeda dalam
perbuatan dan berbeda pula hukuman dan dan ancamannya.
Kapan (sesuatu itu)
berbeda hukum dan sebabnya, maka saat itu pula dia tidak dapat dipalingkan dari
(hukum) muthlak (umum)
kepada muaayyad (khusus)
sebab kaedah "Membawa
hukum mutlak (umum) kepada muaayyad (khusus)", di
antara persyaratannya adalah adanya kesepakatan (kesesuaian) antara dua nash
dalam (satu) hukum. Adapun jika hukum (keduanya) berbeda, maka tidak boleh
dikhususkan yang satu kepada yang lain. Karena itulah ayat tentang tayammum yang
terdapat dalam ayat :
"Maka
usaplah wajah dan tanganmu dengannya (debu yang suci)", tidak
dikhususkan dengan ayat tentang wudhu yang terdapat dalam firman Allah:
"Maka basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai siku".
Sehingga tayammum itu tidak sampai ke siku. Dan karena hal
tersebut memang saling bertentangan." (Dikutip dengan sedikit perubahan dari
As'illah Muhimmah hal.
29-30).
Syubhat ke tiga :
Berkata Al-Hafidz Ibnu
Hajar : "Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan (sebuah hadits) dari Ibnu Mas'ud
dengan sanad yang jayyid (baik) bahwasannya beliau menurunkan sarungnya, lalu
beliau ditanya tentang perbuatannya tersebut maka beliau menjawab:
"Sesungguhnya aku adalah orang yang memiliki kedua betis yang kecil."
(Saya katakan:
"Sanad hadits tersebut shahih sesuai syarat syaikhain (Bukhari dan
muslim)" (Lihat Muhsannif oleh
Ibnu Abi Syaibah 8/390).
Bantahan :
Al Hafidz membantah atsar
tersebut. Beliau mengatakan bahwasanya atsar tersebut mengandung kemungkinan
bahwa beliau (Ibnu Mas'ud 4^e> menurunkan
pakaiannya (hanya) dari batas yang disunnahkan (yakni setengah betis) dan
jangan disangka bahwa beliau menurunkannya sampai melewati kedua mata
kakinya.Alasan tersebut dapat dilihat dalam perkataan beliau: "Sesungguhnya
saya adalah orang yang memiliki kedua betis yang kecil". Beliau
(Al-Hafizh) berkata lagi: "...dan mungkin saja beliau (Ibnu Mas'ud) belum
mengetahui kisah Amru bin Zararah yang terdahulu." (Lihat Fathul
Baary 10/ 263).
Lagi pula atsar tersebut
adalah atsar.yang mauauf
(perbuatan shahabat) yang bertentangan dengan banyak (riwayat)
yang marfu' (sanadnya
sampai kepada Rasulullah)
. Dan tidak dapat diragukan lagi bahwa riwayat yang marfu' itu
lebih didahulukan (dari pada riwayat-riwayat yang mauquf -Pe
n t ) , sebab yang menjadi hujjah adalah apa yang datang dari Nabi , bukan yang datang
dari selain beliau. Sungguh Ibnu Abbas telah mengatakan kepada seorang
laki-laki yang telah mempertentangkan nash-nash dengan perkataan dan perbuatan kibarus
- shahabat (para shahabat terkemuka):
"Saya
khawatir hujan batu dari langit menimpa kalian, saya mengatakan kepada kalian:
"Bersabda Rasulullah", lalu kalian mau (membantahnya dengan-ed)
mengatakan: "Telah berkata Abu Bakar dan Umar."
Dan di antara dalil-dalil
yang berkenaan dengan hal tersebut adalah apa-apa yang telah di tetapkan dalam ushul (kaedah)
"Apabila
perbuatan seorang perawi bertentangan dengan apa yang ia riwayatkan maka yang
didahulukan adalah riwayatnya serta ditinggalkan perbuatannya". Lalu
bagaimana halnya dengan Ibnu Mas'ud yang mana belum diketahui dari beliau
apakah hadits (tentang isbal) tersebut sudah sampai kepada beliau ataukah belum?
Syubhat ke empat:
Sebagian mereka berkata,
"Kalian ini hanya berbicara mengenai hal-hal sepele dan masalah far'iyah (masalah
cabang, bukan masalah pokok, ) , padahal masalah seperti itu hanyalah merupakan
kulit saja dari agama ini, yang tidak perlu kita bahas secara bertele-tele.
Bahkan hendaklah kita membahas masalah-masalah besar dan permasalahan-permasalahan
yang berbahaya, yang akan membahayakan perjalanan ummat ini.
Bantahan:
Kami katakan kepada
mereka "tunggu
sebentar, janganlah kalian diperdaya oleh setan"., sebab
Allah berfirman dalam Al Qur'an:
"Hai orang-orang yang beriman masuklah kamu kedalam Islam
secara keseluruhannya." (QS.
Al- Baqarah:208).
Berkata Ibnu Katsir
(dalam menafsirkan ayat tersebut): "Masuklah kamu ke dalam Islam dan
taatilah seluruh perintah-perintahnya".
Al-Alusy berkata:
"Makna (dari ayat tersebut) adalah "Masuklah kamu ke dalam Islam dengan
seluruh (diri)mu. Dan janganlah kamu biarkan sedikit pun, baik itu yang
(berhubungan dengan) hal-hal yang lahir kamu maupun yang batin, melainkan
berada dalam Islam. Sehingga tidak ada tempat bagi yang lain (selain
Islam)".
Nabi telah menyuruh, melarang,
dan memberi peringatan mengenai masalah isbal. Dan telah terdapat lebih dari 15
shahabat yang meriwayatkan hadits-hadits yang berkaitan dengannya. Tidak mengapa
kami sebutkan (nama-nama) mereka di sini. Mereka adalah:
1. Abu Hurairah
2. Abdullah bin umar
3. Abdullah bin Abbas
4. Abdullah bin Mas'ud
5. Aisyah
6. Abu Sa'id Al Khudry
7. Hudzaifah
8. Abu Umamah
9. Samurah bin Jundub
10. Al Mughirah bin
Syu'bah
11. Sufyan bin Sahi
12. 'Ubaid bin Khalid
13. Jabir bin Sulaim
14. 'Amru bin Syarid
15. 'Amru bin Zarrah
16. Anas (bin Malik) w.
Ini menandakan bahwa
(riwayat tentang isbal) telah mencapai tingkatan mutawatir dari beliau. Karena
itulah maka perkara ini adalah merupakan perkara yang senantiasa harus
diperhatikan oleh kaum muslimin.
Sehingga tidak pantas
bagi seorang muslim untuk menganggap remeh sesuatupun dari dosa, sebab mungkin
saja suatu dosa (yang diremehkan itu) akan menjadi sebab "zaighul qalb" (tergelincirnya
hati/ berpalingnya hati dari kebenaran, ). Allah berfirman:
"Maka tatkala mereka berpaling (dari kebenaran), Allah
memalingkan hati mereka."(QS Ahs-Shaf: 5). (Disadur
dari Risaalatu Tahriimil Khidhaab Bissawaad ).
Dari Sahi bin Sa'ad dari Nabi telah bersabda :
"Hati-hatilah
kamu dari meremehkan dosa-dosa (kecil) karena sesungguhnya perumpamaan dosa-dosa
kecil itu laksana suatu kaum yang singgah di suatu lembah lalu datanglah
seseorang dengan sepotong kayu dan datang yang lain dengan sepotong kayu,
sehingga mereka dapat mengumpulkan (sejumlah potongan kayu) yang dengannya
sanggup membuat roti menjadi masak.. Dan sesungguhnya dosadosa kecil itu
manakala dilakukan oleh seseorang maka ia akan membinasakannya." (Hadits
ini diriwayatkan oleh Ahmad dan lainnya, lihat As Shahihah no.
389).
Berkata Ibnul Mu'taz :
Tinggalkan dosa-dosa kecil dan (dosa-dosa) besar. Itulah
takwa.
Berbuatlah sebagaimana yang diperbuat oleh orang yang
berjalan di atas tanah yang berduri, di mana dia berhati-hati terhadap apa saja
yang dilihatnya. Janganlah kamu meremehkan (dosa-dosa) kecil sesungguhnya
gunung-gunung (yang besar itu) kumpulan dari kerikil (yang kecil).
Saya melihat perkataan
yang sangat tepat untuk membantah orang-orang yang telah menganggap remeh
perkara kemaksiatan serta menyembunyikan ketaatan dan sunnah-sunnah tersebut
adalah perkataan Ubadah bin Gjursh :
"Sesungguhnya kalian melakukan sesuatu yang kalian
pandang sebagai suatu hal yang lebih kecil (dosanya) dari sehelai rambut namun
pada masa Nabi, kami menganggapnya sebagai salah satu dari dosa-dosa besar
(yang membinasakan)." (Hadits ini ditakhrij oleh Ahmad dan lainnya,
hadits shahih).
(Orang-orang) menyebutkan
perkataan Ubadah bin Qursh tersebut di hadapan Muhammad bin Sirin (seorang tabi'in, p e n t
) , maka beliau membenarkannya dan berkata: "Saya berpendapat bahwa menjulurkan
pakaian (sampai melewati mata kaki) termasuk dosa besar sebab padanya terdapat ancaman
yang keras. Sedangkan orang-orang yang menganggapnya sebagai salah satu dari dosa-dosa
kecil, itu disebabkan karena kebodohan dan terpedaya." (Dikutip dari Fathur
Rabbany 17/291).
Kemudian, bahwa dikotomi
agama dengan istilah kulit dan isi adalah merupakan suatu bid'ah masa kini yang
tidak dikehendaki dengannya melainkan untuk melepaskan sebagian dari
perintahperintah Allah "M
dan menghancurkan Islam. Benarlah orang yang mengatakan:
"Seandainya bukan karena kulit niscaya akan binasalah isi".
Syekh Muhammad bin Ismail
telah memberikan faedah dan menjelaskan dengan baik dalam kitab beliau Adillatu
Tahriitni Halqil Lihyah (dalil-dalil tentang
haramnya mencukur jenggot) seputar masalah ini dengan (perkataan beliau): "bid'ahnya pembagian
agama menjadi kulit dan isi". Maka merujuklah kesana
sebab hal itu penting.
4. Hukum-hukum yang Berhubungan Dengan Masalah Isbal
A. SAMPAI DI MANAKAH (BATAS) PAKAIAN ITU ?
Sunah dalam pakaian itu
adalah sampai di setengah betis. Dari
Hudzaifah fedia berkata: "Rasulullah gfg memegang otot kedua betisku lalu
berkata:
"Di sinilah letak (batas) pakaian.
Jika kamu keberatan, maka turunkanlah sedikit. Dan jika kamu masih keberatan,
maka tidak ada hak bagi pakaian di bawah mata kaki." (Hadits
Shahih Riwayat Ahmad, Turmudzy, Nasa'iy dan lain-lain, lihat As-
Shahihah 4/364).
Syekh Al-Albany berkata:
"Sunnah inilah yang banyak orang-orang khusus (alim, pent.) berpaling daripadanya,
apalagi orang-orang awam."
Sungguh pakaian beliau $1$
adalah sampai pada tengah betis beliau sebagaimana telah berlalu (keterangannya)
dalam hadits 'Ubaid bin Khalid, dia berkata:
"Maka saya melihat pakaian beliau, ternyata pakaian beliau
sampai setengah kedua betisnya."
Dan sabda beliau :
"Pakaian seorang mukmin itu - maksudnya keadaan pakaian
orang laki-laki beriman - sampai setengah kedua betisnya. Tidak ada dosa
baginya (bila pakaiannya berada) di antara setengah betis dan kedua mata kaki.
Sedangkan (pakaian) yang melewati kedua mata kaki (tempatnya) di Neraka." (Hadits
Shahih ditakhrij oleh Abu Dawud dan Ibnu Majah).
Di dalam hadits hasan yang
ditakhrij oleh Ahmad dan At-Thabrany dari 'Amru bin Zararah, dikatakan:
"Dan Rasulullah meletakkan empat
jari beliau dibaivah lutut 'Amru sambil berkata:"Wahai 'Amru, (sampai) di
sinilah letak pakaian. Kemudian beliau eletakkan empat jari beliau di bawah
empat jari (yang pertama, pent.) lalu berkata: "Wahai 'Amru (sampai) di
sinilah letak pakaian."
Dari Abu Ishaq, beliau
berkata:
"Saya
melihat manusia dari sahabat-sahabat Rasulullah memakai
sarung sampai ke setengah betis-betis mereka."
Lalu beliau menyebut
Usamah bin Zaid, Ibnu 'Umar, Zaid bin Arqam dan al-Barra' bin 'Azib". (Ditakhrij
oleh Ibnu Abi Syaibah 8/393 dengan sanad yang shahih, rijal (para perawinya) adalah
rijal yang lsiqah (terpercaya),
rijal (kitab) Shahih
(Bukhary, ).
Berkata Ibnu Hajar (dalam
kitab Fathul Baary, pent.) 10/ 259:
"Walhasil, bahwasannya bagi (pakaian) laki-laki itu terdapat dua keadaan, (yang pertama): keadaan
istihbab (disukai),
yakni keadaan pakaian yang pendek sampai pada setengah betis, dan (yang kedua): keadaan
jawaz (dibolehkan),
yakni keadaan pakaian sampai kedua mata kaki." (Dengan demikian maka)
batas akhir dari pakaian adalah sampai kedua mata kaki - yakni dua daging yang
muncul di antara akhir betis dan permulaan telapak kaki dari kedua sisi dan
tidak ada hak bagi kedua mata kaki dalam masalah pakaian (yakni kedua mata kaki
tidak boleh ditutupi oleh pakaian ) .
5. APAKAH YANG AKAN DIAZAB DARI ORANG YANG ISBAL ITU
KEDUA MATA KAKINYA ATAUKAH PAKAIANNYA ?
Dari Abi Hurairah berkata: Rasulullah
bersabda:
"Apa
yang berada di bawah mata kaki dari pakaian, maka tempatnya di neraka."
Al-Khatthabiy berkata:
"Yang dimaksudkan oleh beliau adalah tempat yang dicapai oleh pakaian yang
melewati mata kaki itu (disiksa) di Neraka. Kata "pakaian" itu
hanyalah merupakan kinayah (bahasa kiasan ) dari tubuh pemakainya, sedangkan maknanya
adalah bahwasannya bagian tubuh yang lebih dari kedua mata kaki, akan diazab
sebagai suatu hukuman. Wal lasil dia merupakan bagian dari penamaan sesuatu
dengan nama sesuatu yang mendekatinya, atau (berupa pakaian, ) yang berlabuh
diatasnya".
Dalam mensyarah
hadits-hadits tersebut Al-Hafizh Ibnu Hajar mengatakan: "Tidaklah mengapa hadits-hadits
tersebut dipahami sebagaimana zhahimya, dan dia termasuk dalam bab (sebagai mana
firman Allah).
"Sesungguhnya kamu dan apa yang kamu sembah selain
Allah adalah umpan Jahannam." ( QS. Al- Anbiyaa': 9 8 ) .
Yang memperkuat hal
tersebut adalah sabda Nabi:
"Demi
Yang jiwaku berada di tangan-Nya, Sesungguhnya sebuah baju yang diambil (oleh
seseorang) dalam perang khaibar dari ghanimah yang tidak masuk dalam pembagian,
niscaya api neraka akan menyala di atasnya. Maka tatkala manusia mendengar hal
tersebut, datanglah seorang laki-laki dengan (membawa) satu atau dua tali
terompah (sandal) kepada Nabi -0$sambil berkata: "Seutas tali
sandal dari api neraka atau dua utas tali dari api neraka". (Muttaffaq
'alaih).
6. DALAM HAL APA SAJA (HUKUM) ISBAL ITU BERLAKU ?
Dari
Abdullah bin 'Umar berkata: Rasulullah bersabda:
"Isbal
itu berlaku pada sarung, gamis dan sorban. Barangsiapa yang menurunkan
sedikitpun daripadanya karena sombong niscaya dia tidak akan dipandang oleh
Allah pada hari kiamat nanti." (Ditakhrij oleh Abu Dawud dan Nasa'iy serta
dishahihkan oleh Syekh Al-Albany dalam Shahiihul Jaami' no.2770).
Ibnu Umar juga pernah
berkata: "Apa saja yang dikatakan oleh Rasulullah mengenai sarung, maka
hal itu juga berlaku pada gamis." (Ditakrij oleh Abu Dawud).
At-Thabary berkata:
"Khabar yang ada hanyalah (berupa) lafazh '"izaar "(sarung) sebab
kebanyakan orang pada masa beliau memakai sarung dan mantel, sehingga tatkala
orang-orang mengenakan gamis, dan baju besi, maka hukumnya adalah (sama dengan)
hukum sarung dalam masalah larangan". (Dikutip dari Fathul
Baary 10/262).
Ibnu Batthal berkata,
"Ini adalah merupakan qiyas yang benar. Sekalipun nash tidak menggunakan kata
"tsaub" (pakaian),
sebab dia meliputi semua itu". (Rujukannya sama dengan yang sebelumnya).
Dan telah kami sebutkan sebelumnya, hadits:
"Barangsiapa
yang menurunkan pakaiannya karena sombong, maka Allah tidak akan memandangnya pada
hari kiamat." (Hadits Shahih).
Ini adalah merupakan nash
umum yang meliputiarung, gamis
(kemeja), baju arab, sirwaal
(celana panjang) yang islami, burnus (kopiah panjang) dari Maghriby,
mantel, pantalon (celana
panjang) buatan Perancis, serban, lengan baju, dan lain sebagainya dari
(model-model) pakaian, baik itu pakaian zaman dahulu maupun pakaian modem. Maka
kalaupun hal itu tidak diharamkan dari sisi karena adanya unsur kesombongan dan
halhal yang dapat mengantarkan kepada kesombongan, namun tetap diharamkan dari
segi adanya israf
(pemborosan). Sebagaimana sabda Nabi :
"Makanlah,
minumlah dan bersedekahlah, selama tidak berlebih-lebihan dan tidak
sombong." ( Hadits Hasan, dalam Shahihul Jami' no. 505).
Ibnu Abbas berkata:
"Makanlah sesuka hatimu, dan
berpakaianlah sesuka hatimu. Yang membuat kamu bersalah hanyalah dua hal,
yakni: boros dan sombong". (Ditakhrij oleh Al-Bukhari secara Muallaq1 (", dan (dinyatakan) bersambung (sanadnya) oleh Ibnu Abi Syaibah.
Lihat Fathul
Baary, 10/525).
A. Isbalnya "Ridaa"'
(mantel).
Adapun isbalnya mantel,
yakni jika apabila panjang kedua ujungnya mencapai di bawah kedua mata kaki.
Demikian pula dengan isbalnya pantalon,
sehingga pada pantalon itu terdapat beberapa pelanggaran:
1). Penyerupaan dengan
orang-orang kafir.
Padahal orang Islam telah
diperintahkan untuk menyelisihi dan berbeda dengan mereka. Jika kita katakan
bahwa penyerupaan tersebut telah hilang, dengan dalih hal tersebut telah
memasyarakat, maka kita katakan, tidak begitu. Justru hal tersebut tidak
terjadi pada masyarakat yang telah dikuasai oleh pakaian Arab seperti pada
negara-negara Teluk dan sebagainya, atau negara-negara yang telah dikuasai oleh
sirwal (celana
panjang yang) islamy - yang kedua kakinya longgar (luas) - seperti di Negara Afhgan,
Pakistan dan lain-lain. Karena sesungguhnya berbedanya seorang muslim dengan kaumnya
beserta keserupaannya dengan orang-orang kafir dalam memakai pantalon, tak
dapat diartikan lain kecuali bahwasannya hal itu merupakan bentuk penyerupaan
dengan mereka.
2). Sempit dan membentuk
aurat (postur tubuh),
terutama ketika ruku dan
sujud. Hal ini diharamkan, sebagaimana kesepakatan (ulama).
3). Isbal (yakni
panjang melebihi mata kaki,)
4). Kami tambahkan bahwa
kebanyakan yang terjadi adalah
bahwasannya sebagian orang ketika dia
melaksanakan shalat dengan memakai pantalon lalu dia ruku' atau sujud maka
pantalonnya terbuka dari belakang sehingga kelihatan sesuatu dari auratnya dan
tanahpun bertambah basah.
Kami melihat akan
pentingnya menyebutkan pendapat Syekh Al-Albany dalam sebagian rekaman beliau,
yang dinukil dari risalah Tanbiihaat Haammah Alaa
Malaabisil Muslimin (Peringatan Penting Mengenai Pakaian
Muslim [laki-laki]), halaman 27-28; beliau bekata: "Pada pantalon itu
terapat dua mushibah.
petama, adalah:
bahwasanya pemakainya menyerupai orang-orang kafir.
Kaum muslimin dahulu,
mereka memakai "sarawil"
u) yang lapang dan longgar sebagaimana masih dipakai oleh sebagian
orang di Suriya dan Libanon. Orang-orang Islam tidak mengenal pantalon kecuali
ketika mereka dijajah, kemudian setelah para penjajah itu ditarik, merekapun
meninggalkan pengaruh-pengaruh mereka yang buruk. Dan kemudian kaum muslimin
mengambilnya disebabkan karena kebodohan mereka. (Dan adalah merupakan
kewajiban bagi kaum muslimin untuk mempengaruhi orang-orang kafir, bukan justru
terpengaruh dengan mereka).
Mushibah yang kedua adalah
bahwasannya pantalon itu membentuk aurat, sedangkan (batas) aurat laki-laki itu
adalah dari pusar sampai ke lutut. Seseorang yang melakukan shalat, difardhukan
agar ketika dia sedang sujud, dia menjadi lebih jauh lagi dari melakukan
maksiat kepada Allah. Lalu kelihatan kedua pantatnya yang menonjol, bahkan
kelihatan apa yang berada di antara kedua pantatnya menonjol. Lalu bagaimana mungkin
manusia ini melakukan shalat dan dia berdiri dihadapan Rabb semesta alam (dalam
keadaan seperti itu).
Dan lebih mengherankan
lagi bahwasannya kebanyakan diantara pemuda kaum muslimin mereka mengingkari
wanita-wanita, yakni pakaian mereka yang sempit sebab (pakaian mereka tersebut)
membentuk postur tubuh mereka. Para pemuda tersebut lupa akan diri mereka
sendiri bahwa ternyata mereka sendirilah yang jatuh kedalam apa yang mereka
ingkari. Dan tidak ada bedanya antara wanita yang memakai pakaian sempit hingga
membentuk postur tubuhnya dengan pemuda yang memakai pantalon, sebab dia juga membentuk
(model) pantatnya. Sedangkan pantat lelaki dan pantat wanita dari segi aurat,
keduaduanya sama saja. Oleh karena itu maka wajib atas para pemuda untuk
memperhatikan musibah yang telah menggerogoti (kebanyakan dari) mereka ini
kecuali orang-orang yang dikehendaki oleh Allah, dan amat sedikitlah mereka
ini. Oleh karena itu maka (memakai) pantalon itu haram (hukumnya), sebab di
samping merupakan penyerupaan terhadap orang-orang kuffar, juga karena dia
(dapat) membentuk aurat besar."
B. Isbalnya "Imamah"
(sorban)
Adapun mengenai masalah isbal pada
imamah (sorban),
maka Al-Hafizh telah mengatakan di dalam kitab Fathul Baary, bahwa
"yang dimaksud dengannya adalah kebiasaan orarg-orang arab berupa
menurunkan "adzbaat"(
ekor-ekor sorban). Maka apa saja yang melebihi kebiasaan dalam
masalah tersebut, maka dia termasuk is bal". (Dikutip dari Fathul
Baary, 10/ 262).
Dengan demikian maka
memanjangkan sorban melewati kebiasaan, diharamkan jika dilakukan dengan
sombong. Kemudian, sesungguhnya dia termasuk israf (berlebih-lebihan) yang dilarang, (sebagaimana
terdapat) dalam hadits terdahulu, dan juga termasuk bid'ah.
Syeikh Khairuddin Wanily
berkata dalam kitab beliau yang sangat bagus Al-Masjid
fil-Islaam:: "Terkadang (sorban seseorang) menjadi
berat untuk dibawa oleh kepala dan menyelisihi kesederhanaan Islam. Karena itu
tidak mungkin Rasulullah memiliki sorban seperti ini yang membutunkan waktu
lilitan yang lama, belum lagi dia merupakan israf (berlebihan-lebihan) dalam
(memakai) kain, sehingga (kita dapati) sebagian dari sorban-sorban (seperti)
ini sampai mencapai puluhan siku dan membutuhkan alat khusus untuk
melilitnya". (Dikutip dengan sedikit perubahan).
C. Isbalnya "Akmaam"
(lengan
baju).
Adapun memanjangkan
lengan baju sebagaimana yang kami lihat pada pakaian sebagian dari penduduk Sha'id
dan Riif di
Mesir, demikian juga dengan sebagian dari saudara-saudara kita dari penduduk
Sudan. Maka sesungguhnya dapat kita gambarkan sebagaimana yang digambarkan oleh
Ibnul Qayyim bahwasannya: "Dia adalah lengan baju yang luas dan panjang
seperti "akhraj", (maka
yang seperti ini) tidak pernah dipakai oleh Rasulullah dan tidak pula oleh seorangpun dari sahabat-sahabat
beliau 4^e>, sehingga dia menyelisihi sunnah. Dan untuk membolehkannya perlu
diteliti kembali, sebab hal ini termasuk dalam jenis "khuyala"'
(kesombongan)". (Zaadul ma'ad 1/140).
Berkata Asy- Syaukany: "Sungguh telah menjadi
manusia yang paling masyhur dalam menyelisihi sunnah ini (yakni kewajiban
mengangkat pakaian keatas mata kaki) pada zaman kita (sekarang) ini adalah para
ulama', sehingga nampak dari salah seorang di antara mereka sungguh telah
menjadikan untuk gamisnya dua lengan yang setiap salah satu dari keduanya cukup
untuk dijadikan sebuah jubah atau gamis untuk seorang anaknya atau anak yatim
yang masih kecil. Dan di dalamnya tidak ada sedikitpun (yang diperoleh) dari
manfaat-manfaat duniawy melainkan hanyalah kesia-siaan belaka, pembebanan terhadap
diri dan menghambat gerak tangan dalam berbagai manfaat, serta mengakibatkan
cepatnya mengalami sobekan, dan merusak pemandangan. Tidak ada sedikitpun yang
didapat dari manfaat- keduniaan selain dari menyelisihi sunnah, isbal, dan
kesombongan". (Dikutip dengan sedikit perubahan dari Nailul
Authaar 2/108).
No comments:
Post a Comment