adsense

Showing posts with label hukumnya isbal. Show all posts
Showing posts with label hukumnya isbal. Show all posts

Syafat dan hakekat islam

    Di masa hidup Nabi Muhammad SAW, semua persoalan akidah merupakan masalah yang jelas dan gamblang serta tidak diperumit oleh pembuktian-pembuktian teologis atau filosofis. Hal demikian itu disebabkan oleh belum adanya sumber fitnah yang dapat mencabik-cabik persatuan kaum muslimin pada masa itu. Sedangkan permasalahan seputar akidah, biasanya muncul dari syubhah (isu) yang dilontarkan oleh kaum Ahlul Kitab (Yahudi dan Nasrani). Kesalahpahaman sebagian kaum muslimin yang dimaksud oleh beberapa ayat Al-Quran,  kedangkalan berpikir sebagian dari mereka, atau ketidaktahuan mereka tentang banyak hal yang telah diajarkan oleh Nabi SAWW. Semua faktor di atas tidak banyak mempengaruhi akidah murni Islam pada masa itu, karena Nabi SAW hadir di tengah-tengah kaum muslimin dan selalu tanggap terhadap segala hal yang mungkin dapat merongrong persatuan umatnya. 
jangan salah faham dalam islam
Namun, sunnah Allah yang berlaku untuk semua hamba-Nya menentukan bahwa semua yang hidup pasti akan mati dan berpulang kepada-Nya, termasuk kekasih dan nabi-Nya. Di lain pihak, ayat-ayat Al-Quran dan hadis Nabi SAWW menjelaskan bahwa risalah Islam adalah agama dan syariat terakhir yang diturunkan Allah untuk umat manusia dan akan selalu relevan hingga hari kiamat nanti. Oleh karena itu, sangatlah mustahil jika dikatakan bahwa Nabi SAW wafat dengan membiarkan agamanya menjadi sasaran tipu daya para musuhnya. Sangat mustahil bila beliau wafat tanpa menunjuk seorang pengganti yang siap melanjutkan misi beliau dalam menjaga keutuhan risalah, menolak semua gangguan, dan menjawab semua tudingan yang mengarah kepadanya. Dari sini, kita dapat memahami mengapa beliau SAWW begitu memberi penekanan  secara berulang-ulang ketika mengenalkan kedudukan tinggi Ahlul Bait a.s. (keluarga suci Nabi SAW) kepada umatnya. Berikut tugas agung mereka sepeninggalnya, dalam  hadis tsaqalain yaitu sebagai berikut:
إني تارك فيكم الثقلين كتاب الله و عترتي أهل بيتي ما إن تمسكتم بهما لن تضلوا بعدي أبدا
Kutinggalkan untuk kalian dua buah pusaka, yaitu kitabullah dan keluargaku. Jika kalian berpegangan pada keduanya maka kalian tidak akan tersesat selama-lamanya.
Nabi Muhammad SAW berhasil menyampaikan misi kenabiannya dalam menyampaikan ajaran risalah Islam dan menjaganya dari penyimpangan yang sangat mungkin terjadi. Namun, saat beliau SAW hendak berpamitan dengan umat dan pergi menghadap Sang Penguasa Alam, arus perselisihan pada tubuh kaum muslimin datang dengan bergelombang dan membesar setelah beliau wafat. Perselisihan itu sedemikian hebatnya sehingga merambat ke berbagai permasalahan prinsipil yang menyangkut akidah Islamiah. Keadaan ini diperparah oleh interaksi antarbangsa akibat dari semakin luasnya wilayah teritorial negeri Islam dan masuknya berbagai pemikiran filosofis bangsa Persia dan Romawi ke dalamnya. Gerakan penerjemahan dan perkembangan ilmu kalam (teologi) adalah buah yang dihasilkan oleh keadaan tersebut, meskipun banyak bukti yang menunjukkan bahwa bibit ilmu teologi sudah ada sejak awal masa kemunculan Islam.
Akibat dari interaksi yang terjadi antara ideologi Islam dan ideologi lainnya adalah masuknya berbagai istilah dan argumentasi teologi di luar Islam ke dalam pemikiran kaum muslimin. Dari sinilah muncul perselisihan dan pertentangan hebat di kalangan umat Islam yang menunjukkan betapa kaum muslimin telah jauh dari Ahlul Bait Nabi SAW, pusaka peninggalan Rasul SAW yang kedua setelah Al-Quran. Padahal, beliau SAW telah berwasiat kepada kaum muslimin semua untuk berpegangan pada keduanya demi memahami hakikat agama Islam.
Banyak permasalahan teologi yang disepakati oleh seluruh kaum muslimin sejak dahulu. Namun, di masa-masa berikutnya muncul sekelompok orang yang menentang kesepakatan tersebut, baik karena telah termakan oleh rayuan hawa nafsu, ataupun karena mereka sama sekali asing dari metode yang benar dalam sebuah pengkajian dan penelitian ilmiah. Salah satu dari permasalahan teologi ini adalah masalah syafaat.
Syafaat merupakan sebuah anugerah dan kemurahan Ilahi yang diperoleh melalui doa mustajab (yang dikabulkan) Nabi SAW untuk umatnya yang berdosa, di hari kiamat nanti. Dalam banyak hadis disebutkan bahwa syafaat ini bermacam-macam. Ada yang merupakan hak khusus Nabi Muhammad SAW dan ada juga yang menjadi hak para nabi yang lain, bahkan para syahid di jalan Allah dan para ulama. Namun, perlu dicatat bahwa syafaat di hari kiamat ini tidak diberikan kepada semua orang yang berdosa. Mereka yang kelak akan mendapatkan syafaat harus memiliki beberapa kriteria yang telah ditentukan oleh Allah SWT. Dengan demikian, jangan disalahpahami bahwa dengan adanya syafaat di hari kiamat berarti kita bebas melalaikan kewajiban dan melakukan kesalahan dan maksiat.

1.    Pengertian Syafaat
Syafaat berasal dari kata asy-sayafa’ (ganda) yang merupakan lawan kata dari al-witru (tunggal), yaitu menjadikan sesuatu yang tunggal menjadi ganda, seperti membagi satu menjadi dua, tiga menjadi empat, dan sebagainya. Ini pengertian secara bahasa. Sedangkan secara istilah, syafaat berarti menjadi penengah bagi orang lain dengan memberikan manfaat kepadanya atau menolak madharat, yakni pemberi syafaat itu memberikan manfaat kepada orang yang diberi syafaat atau menolak madharat untuknya.
2.    Syarat Terjadinya Syafaat
Syafaat yang dibenarkan adalah syafaat yeng terpenuhi di dalamnya 3 syarat, yaitu:
1.    Ridho Allah terhadap orang yang memberi syafa'at.
2.    Ridhonya Allah bagi orang yang akan diberi syafa'at. Namun, pada saat terjadi syafa'at 'udhma (syafa'at bagi seluruh orang) kelak dimauqif (tempat berkumpulnya seluruh manusia), maka syafa'at jenis ini total bagi semua orang baik yang diridhoi oleh Allah maupun tidak diridhoi.
3.    Dan mendapat izinnya Allah di dalam memberi syafa'at. Sedangkan izin ini tidak mungkin diperoleh melainkan setelah terpenuhi dua syarat diatas, ridho Allah terhadap orang yang memberi syafa'at dan yang akan dikasih syafa'at. Hal itu terkandung dalam al-Qur'an, dimana Allah berfirman:

﴿ وَكَم مِّن مَّلَكٖ فِي ٱلسَّمَٰوَٰتِ لَا تُغۡنِي شَفَٰعَتُهُمۡ شَيۡ‍ًٔا إِلَّا مِنۢ بَعۡدِ أَن يَأۡذَنَ ٱللَّهُ لِمَن يَشَآءُ وَيَرۡضَىٰٓ٢٦ ﴾ [ النجم : 26]

"Dan berapa banyaknya malaikat di langit, syafa'at mereka sedikitpun tidak berguna, kecuali sesudah Allah mengijinkan bagi orang yang dikehendaki dan diridhai (Nya)".  (QS an-Najm: 26).

3.    Macam-macam Syafaat
a.    Syafaat macam Pertama
Syafaat yang didasarkan pada dalil yang kuat dan shahih, yaitu ditegaskan Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam Kitab-Nya, atau yang dijelaskan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
-            Syafaat Umum
Makna umum,  Allah mengizinkan kepada salah seorang dari hamba-hamba-Nya yang shalih untuk memberikan syafaat kepada orang-orang yang diperkenankan untuk diberi syafaat. Syaaat ini diberikan kepada Nabi Muhammad saw, nabi-nabi lainnya, orang-orang jujur, para syuhada, dan orangorang shalih. Mereka memberikan syafaat kepada penghuni neraka dari kalangan orang-orang beriman yang berbuat maksiat agar mereka keluar dari neraka.
-            Syafaat Khusus
Syafaat khusus, yaitu syafaat yang khusus diberikan kepada Nabi Muhammad saw dan merupakan syafaat terbesar yang terjadi pada hari Kiamat. Tatkala manusia dirundung kesedihan dan bencana yang tidak kuat mereka tahan, mereka meminta kepada orang-orang tertentu yang diberi wewenang oleh Allah untuk memberi syafaat. Mereka pergi kepada Nabi Adam, Nuh, Ibrahim, Musa, dan Isa. Tetapi mereka semua tidak bisa memberikan syafaat hingga mereka datang kepada Nabi saw, lalu beliau berdiri dan memintakan syafaat kepada Allah, agar menyelamatkan hamba-hamba-Nya dari adzab yang besar ini. Allah pun memenuhi permohonan itu dan menerima syafaatnya.

b.    Syafaat macam Kedua
Syafaat batil yang tidak berguna bagi pemiliknya, yaitu anggapan orang-orang musyrik bahwa tuhan-tuhan mereka dapat memerintahkan syafaat kepada Allah. Syafaat semacam ini tidak bermanfaat bagi mereka seperti yang difirmankan-Nya:

فَمَا تَنفَعُهُمْ شَفَاعَةُ الشَّافِعِين
“Maka tidak berguna lagi bagi mereka syafaat dari orang-orang yang memberikan syafaat.” (QS. Al-Mudatstsir: 48)

Demikian itu karena Allah tidak rela kepada kesyirikan yang dilakukan oleh orang-orang musyrik itu dan tidak mungkin Allah memberi izin kepada para pemberi syafaat itu, untuk memberikan syafaat kepada mereka; karena tidak ada syafaat kecuali bagi orang yang diridhai Allah. Allah tidak meridhai hamba-hamba-Nya yang kafir dan Allah tidak senang kepada kerusakan.

4.    Hukum Meminta Syafaat
Telah kita ketahui bersama bahwa syafa’at adalah milik Allah, maka meminta kepada Allah hukumnya disyariatkan, yaitu meminta kepada Allah agar para pemberi syafa’at diizinkan untuk mensyafa’ati di akhirat nanti. Seperti, “Ya Allah, jadikanlah Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam pemberi syafa’at bagiku. Dan janganlah engkau haramkan atasku syafa’atnya”.
Adapun meminta kepada orang yang masih hidup, maka jika ia meminta agar orang tersebut berdo’a kepada Allah agar ia termasuk orang yang mendapatkan syafa’at di akhirat maka hukumnya boleh, karena meminta kepada yang mampu untuk melakukanya.
Namun, jika ia meminta kepada orang tersebut syafa’at di akhirat maka hukumnya syirik, karena ia telah meminta kepada seseorang suatu hal yang tidak mampu dilakukan selain Allah.  Adapun meminta kepada orang yang sudah mati maka hukumnya syirik akbar baik dia minta agar dido’akan atau meminta untuk disyafa’ati.

5.    Manfaat Syafaat
-          Membuat kita semakin optimis bahwa kita akan mendapat pertolongan dari Nabi Muhammad SAW.
-          Meningkatkan ibadah serta amal baik kita, dan berharab semoga kita menjadi orang mu’min yang soleh sehingga mampu memberikan syafaat kepada orang lain.
-          Kita akan lebih berhati-hati dalam menjalani kehidupan didunia, agar kita tidak menjadi orang yang jauh dari Allah, Muhammad, dan Orang-orang Mu’min agar kita bukan tergolong orang-orang yang musyrik.
-          Kita akan lebih mengerti bahwa orang-orang yang syirik tidak akan mendapatkan syafaat dari siapapun termasuk dari Allah SWT.



















DAFTAR PUSTAKA

meminta berkah kekuburan



A.      Hukum Meminta Berkah kepada Kuburan
Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin berkata, At Tabaruk (meminta berkah) pada kuburan adalah haram dan termasuk dari salah satu jenis kesyirikan sebab dengan demikian berarti menetapkan adanya pengaruh darinya yang Allah tidak turunkan dari kekuasaannya. Dan juga tidak termasuk dari kebiasaan Salafus Shalih melakukan tabaruk seperti ini. Maka dari sisi ini termasuk perkara yang bid’ah. Apabila orang yang bertabaruk ini berkeyakinan bahwa si penghuni kubur memiliki pengaruh atau kemampuan untuk mencegah mudarat atau mendatangkan maslahat maka ini sudah termasuk syirik besar. Juga termasuk dalam syirik besar bila melakukan ibadah kepada si penghuni kubur dengan ruku’ atau sujud atau mengadakan sembelihan dalam rangka mendekatkan diri padanya (penghuni kubur) dan pengagungan untuknya.
Allah berfirman:
وَمَنْ يَدْعُ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آخَرَ لا بُرْهَانَ لَهُ بِهِ فَإِنَّمَا حِسَابُهُ عِنْدَ رَبِّهِ إِنَّهُ لا يُفْلِحُ الْكَافِرُونَ.
Artinya:
“Dan barangsiapa menyembah Tuhan yang lain di samping Allah, Padahal tidak ada suatu dalilpun baginya tentang itu, maka sesungguhnya perhitungannya di sisi Tuhannya. Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu tiada beruntung.” (Al-Mukminun: 117)
Dan Allah juga berfirman:
قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحَى إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلا صَالِحًا وَلا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا.
Artinya:
“Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Rabbnya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shalih dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Rabbnya.” (QS. Al Kahfi : 110)
Orang yang melakukan syirik besar adalah kafir yang abadi di dalam neraka dan diharamkan baginya masuk surga, karena Allah berfirman, “Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun.” (Al-Maidah: 72).
Perlu dibedakan ber Tabaruk (mengharap berkah) dengan berziarah kubur untuk mendoakan penghuni kubur. Seorang anak ziarah kubur kepada orang tuanya yang telah meninggal dan mendoakan orang tuanya, ini di perbolehkan. Tapi bila berziarah sambil malah minta berkah atau doa dari penghuni kubur, ini sudah termasuk ber Tabaruk.[1] 
aturan meminta kepada orang soleh

Bila ada orang yang meminta berkah kepada kuburan atau berdoa kepada orang yang dikubur harus diingkar dan dijelaskan kepadanya bahwa perbuatan itu tidak akan menyelamatkannya dari adzab Allah. Perkataan mereka, “Ini adalah tradisi yang kami ambil” adalah alasan yang digunakan orang-orang musyrik dulu, yang mendustakan para rasul dan mereka berkata, “Dan demikianlah, Kami tidak mengutus sebelum kamu seorang pemberi peringatanpun dalam suatu negeri, melainkan orang-orang yang hidup mewah di negeri itu berkata: “Sesungguhnya kami mendapati bapak- bapak kami menganut suatu agama dan sesungguhnya kami adalah pengikut jejak-jejak mereka.” (Az-Zukhruf: 23).
Kemudian sebagaimana difirmankan Allah, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda kepada mereka, “(Rasul itu) berkata, “Apakah (kamu akan mengikutinya juga) sekalipun aku membawa untukmu (agama) yang lebih (nyata) memberi petunjuk daripada apa yang kamu dapati bapak-bapakmu menganutnya?” mereka menjawab, “Sesungguhnya Kami mengingkari agama yang kamu diutus untuk menyampaikannya.” (Az-Zukhruf: 24).
Setelah itu Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Maka Kami binasakan mereka maka perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan itu.” (Az-Zukhruf: 25).
Berhujjah bahwa kebatilan seseorang ini diambil dari nenek moyangnya atau bahwa itu adalah kebiasaan dan sebagainya, hukumnya tidak boleh. Jika dia berhujjah demikian maka hujjahnya batal di sisi Allah, tidak bermanfaat apa-apa. Bagi orang-orang yang diuji dengan ujian semacam ini, hendaklah mereka bertaubat kepada Allah dan mengikuti kebenaran di manapun mereka berada, kapanpun dan dari siapapun. Hendaklah mereka tidak menerima begitu saja kebiasaan kaum mereka atau mencela orang-orang awam mereka, karena seorang mukmin yang benar adalah yang tdak terperdaya oleh para pencela dan tidak dipalingkan dari agama Allah karena suatu bencana.


B.       Berlebih-lebihan dalam Mengagungkan Orang-orang Shalih menjadi Penyebab Manusia Kufur dan Meninggalkan Agamanya
Disebutkan dalam riwayat yang shahih, bahwa shahabat Ibnu Abbas radhiyAllahu ‘anhu menafsirkan firman Allah Ta’ala,
وَقَالُوا لا تَذَرُنَّ آلِهَتَكُمْ وَلا تَذَرُنَّ وَدًّا وَلا سُوَاعًا وَلا يَغُوثَ وَيَعُوقَ وَنَسْرًا.
Artinya:
 “Dan mereka (kaum Nabi Nuh) berkata, ’Janganlah sekali-kali kalian meninggalkan (peribadahan kepada) Tuhan-tuhan kalian, dan janganlah sekali-kali kalian meninggalkan (peribadahan kepada) Wadd, Suwa’, Yaghuts, Ya’uq, dan Nasr.’” (QS. Nuh: 23)
Ibnu Abbas radhiyAllahu ‘anhu berkata, “Ini adalah nama-nama orang shalih dari kaum Nabi Nuh. Dikala mereka meninggal, setan membisikkan kepada generasi penerus mereka, “Pancangkanlah patung-patung di tempat-tempat mereka berkumpul, dan namailah patung-patung tersebut dengan nama-nama mereka. Maka merekapun menuruti bisikan tersebut. Awal mulanya, patung tersebut tidak disembah. Akan tetapi ketika mereka (orang-orang yang membuat patung tersebut) telah meninggal, dan ilmu agama telah dilalaikan orang, maka patung tersebut mulai disembah.[2]
Demikianlah makar setan terhadap mereka dengan menghembuskan api perselisihan di antara mereka sehingga mereka meninggalkan ajaran rasul, memperdayakan mereka sehingga mengagungkan orang-orang yang sudah mati dan bermukim di kuburan-kuburan mereka. Kemudian setan memperdaya mereka sehingga membuat gambar dan patung orang-orang yang sudah mati itu. Dan akhirnya mereka menyembah patung-patung tersebut.
Orang-orang musyrik di kalangan kaum Nuh adalah kaum yang pertama kali melakukan kemusyrikan. Bentuk kemusyrikan yang pertama kali mereka lakukan adalah pengagungan terhadap orang-orang mati, dan itulah syirik ardhi, syirik yang pertama kali terjadi di bumi ini. Tatkala manusia telah menyembah berhala, menyembah thaghut dan terjerumus dalam kesesatan dan kekufuran, maka Allah ‘Azza wa Jalla mengutus Rasul pertama kepada penduduk bumi sebagai rahmat-Nya kepada mereka, rasul itu adalah Nuh ‘alaihis salam bin Yardah bin Mahil bin Qainan bin Anusy bin Syits bin Adam ‘alaihis salam.
Ibnul Qayyim berkata, “Banyak ulama salaf yang menuturkan, ‘Ketika orang-orang (yang disebut pada ayat tersebut) telah meninggal, orang-orang setelah mereka beri’tikaf  (berdiam diri dengan tujuan beribadah) di atas kuburan mereka. Selanjutnya mereka membuat patung-patung mereka. Dan setelah masa berlalu lama, generasi penerus mereka mulai beribadah kepada patung tersebut.”
Berlebih-lebihan terhadap orang-orang shalih dan para nabi dengan memberikan salah satu bentuk beribadatan kepada mereka yang merupakan bagian dari sifat uluhiyah, atau menjadikan mereka satu bentuk persembahan dan penghambaan adalah merupakan bentuk kesyirikan yang mengeluarkan seseorang dari keislamannya. Sebab, sifat uluhiyah itu secara keseluruhan hanya menjadi milik Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya. Uluhiyah ini tidak patut diberikan kepada siapapun juga, kecuali hanya kepada-Nya.
عَنْ عُبَيْدِاللهِ بْنِ عَبْدِاللهِ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ سَمِعَ عُمَرَ رَضِي اللهُ عَنْهُمْ يَقُولُ عَلَى الْمِنْبَرِ سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لاَ تُطْرُونِي كَمَا أَطْرَتِ النَّصَارَى ابْنَ مَرْيَمَ فَإِنَّمَا أَنَا عَبْدُهُ فَقُولُوا عَبْدُ اللهِ وَرَسُولُهُ.

Artinya: Dari ‘Ubaidillah bin Abdillah dari Ibnu ‘Abbas, ia mendengar ‘Umar radhiyallahu ‘anhu berkata di atas mimbar: Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda, “Janganlah kalian berlebih-lebihan dalam memujiku seperti orang-orang Nasrani berlebih-lebihan dalam memuji putra Maryam. Sesungguhnya aku hanyalah seorang hamba Allah, maka katakanlah ‘Abdullah (hamba Allah) dan Rasul-Nya” (HR. Al-Bukhari)
Dari hadits ini beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam melarang umatnya dari berlebih-lebihan dalam pujian, sebagaimana umat nashrani telah melampaui batas ketika memuji Isa bin Maryam. Perbuatan mereka ini telah menjerumuskan mereka kepada jurang kekafiran dan kesyirikan kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Mereka telah mengklaim bahwa Isa bin Maryam sebagai anak Allah ‘Azza wa Jalla. Karena itu, beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda, “Sesungguhnya aku hanyalah seorang hamba, maka katakanlah : hamba Allah dan rasul-Nya.”
Dan Rasululloh Shallallahu ‘alaihi wa Sallam juga bersabda,
إياكم والغلو، فإنما أهلك من كان قبلكم الغلو
Artinya: “Waspadalah dari kalian sikap berlebih-lebihan, karena sesungguhnya sikap berlebih-lebihan itulah yang telah membinasakan orang-orang sebelum kalian” (HR. Ahmad, Turmudzi dan Ibnu majah dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu).
Imam Muslim juga meriwayatkan dari shahabat Ibnu Mas’ud bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda,
"هلك المتنطعون" قالها ثلاثا.
Artinya: “Binasalah orang-orang yang berlebih-lebihan” (Beliau mengulangi sabdanya ini sebanyak tiga kali).
Dari hadits-hadits di atas Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam telah melarang kita dari segala macam perbuatan melampaui batas. Perbuatan melampaui batas adalah sumber dari semua kejelekan, dan sikap bersahaja (tidak berlebihan dan tidak meremehkan) dalam setiap urusan adalah sumber bagi segala keberhasilan dan kebaikan.


[1]Dirujuk dari http://www.kabarislam.com/meminta-berkah-pada-kuburan-dan-bersumpah-dengan-selain-allah
[2]Dirujuk dari (http://muslimah.or.id/aqidah/berlebih-lebihan-terhadap-kuburan-orang-orang-shalih.html)