Yang
dimaksud dengan Tauhid Rububiyyah adalah mentauhidkan Allah dengan amalan dan
penyataan yang tegas bahwa Allah Ta’ala adalah Tuhan, Raja, Pencipta semua
makhluk. Dan Allah-lah yang mengatur dan mengubah keadaan mereka. (Lihat Al
Jadid Syarh Kitab Tauhid).
Meyakini rububiyah yaitu meyakini kekuasaan Allah dalam mencipta dan mengatur
alam semesta, misalnya meyakini bumi dan langit serta isinya diciptakan oleh
Allah, Allahlah yang memberikan rizqi, Allah yang mendatangkan badai dan hujan,
Allah menggerakan bintang-bintang, dll. Di nyatakan dalam
Al Qur’an:
“Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dan Mengadakan gelap dan terang” (Al An’am: 1)
Dan perhatikanlah baik-baik, tauhid rububiyyah ini diyakini semua orang baik mukmin, maupun kafir, sejak dahulu hingga sekarang. Bahkan mereka menyembah dan beribadah kepada Allah. Hal ini dikhabarkan dalam
“Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dan Mengadakan gelap dan terang” (Al An’am: 1)
Dan perhatikanlah baik-baik, tauhid rububiyyah ini diyakini semua orang baik mukmin, maupun kafir, sejak dahulu hingga sekarang. Bahkan mereka menyembah dan beribadah kepada Allah. Hal ini dikhabarkan dalam
Al Qur’an:
“Sungguh jika kamu bertanya kepada mereka (orang-orang kafir jahiliyah), ’Siapa yang telah menciptakan mereka?’, niscaya mereka akan menjawab ‘Allah’ ”. (Az Zukhruf: 87)
Oleh karena itu kita dapati ayahanda dari Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bernama Abdullah,yang artinya hamba Allah. Padahal Abdullah diberi nama demikian, Rasulullah tentunya belum lahir.
Adapun yang tidak mengimani rububiyah Allah adalah kaum komunis yang atheis.
“Sungguh jika kamu bertanya kepada mereka (orang-orang kafir jahiliyah), ’Siapa yang telah menciptakan mereka?’, niscaya mereka akan menjawab ‘Allah’ ”. (Az Zukhruf: 87)
Oleh karena itu kita dapati ayahanda dari Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bernama Abdullah,yang artinya hamba Allah. Padahal Abdullah diberi nama demikian, Rasulullah tentunya belum lahir.
Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu berkata: “Orang-orang
komunis tidak mengakui adanya Tuhan. Dengan keyakinan mereka yang demikian,
berarti mereka lebih kufur daripada orang-orang kafir jahiliyah” (Lihat
Firqotun Najiyyah)
Pertanyaan, jika orang kafir jahiliyyah sudah menyembah dan beribadah kepada Allah sejak dahulu, lalu apa yang diperjuangkan oleh Rasulullah dan para sahabat? Mengapa mereka berlelah-lelah penuh penderitaan dan mendapat banyak perlawanan dari kaum kafirin? Jawabannya, meski orang kafir jahilyyah beribadah kepada Allah mereka tidak bertauhid uluhiyyah kepada Allah, dan inilah yang diperjuangkan oleh Rasulullah dan para sahabat.
Pertanyaan, jika orang kafir jahiliyyah sudah menyembah dan beribadah kepada Allah sejak dahulu, lalu apa yang diperjuangkan oleh Rasulullah dan para sahabat? Mengapa mereka berlelah-lelah penuh penderitaan dan mendapat banyak perlawanan dari kaum kafirin? Jawabannya, meski orang kafir jahilyyah beribadah kepada Allah mereka tidak bertauhid uluhiyyah kepada Allah, dan inilah yang diperjuangkan oleh Rasulullah dan para sahabat.
الْعَالَمِين بِّ رَ للّهِ الْحَمْدُ
“Segala puji hanya milik Allah, Rabb semesta Alam” (QS.
Al-Fatihah: 2)
Kata-kata “Rabb semesta Alam” menunjukkan bahwa Allah lah
yang mengatur semua apa yang terjadi di alam semesta ini. Baik yang
menghidupkan, mematikan, memberi nikmat, menimpakan adzab, dan yang lainnya.
Seorang muslim tidak boleh memiliki keyakinan bahwa Allah memiliki tandingan
dalam hal mengatur Alam semesta, memberi rizki, menghidupkan, dan mematikan.
Tauhid Uluhiyyah
Tauhid Uluhiyyah adalah
mentauhidkan Allah dalam segala bentuk peribadahan baik yang zhahir maupun
batin . Dalilnya:
نَعْبُدُ إِيَّاكَ
“Hanya kepada-Mu lah kami menyembah…” (QS. Al-Fatihah: 5)
“Hanya kepada-Mu lah kami menyembah…” (QS. Al-Fatihah: 5)
Kata-kata “Hanya kepada-Mu” menunjukkan bahwa hanya Allah
lah yang patut diberikan hak ibadah. Segala macam hal ibadah, baik itu shalat,
puasa, berkurban, bernadzar, dan lainnya, hanya boleh diberikan kepada Allah
semata. Seoramg muslim tidak boleh memberikan ibadahnya kepada selain Allah.
Sedangkan makna ibadah adalah semua hal yang dicintai oleh Allah baik berupa perkataan maupun perbuatan. Apa maksud ‘yang dicintai Allah’? Yaitu segala sesuatu yang telah diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya, segala sesuatu yang dijanjikan balasan kebaikan bila melakukannya. Seperti shalat, puasa, bershodaqoh, menyembelih. Termasuk ibadah juga berdoa, cinta, bertawakkal, istighotsah dan isti’anah.
Maka seorang yang bertauhid uluhiyah hanya meyerahkan semua ibadah ini kepada Allah semata, dan tidak kepada yang lain. Sedangkan orang kafir jahiliyyah selain beribadah kepada Allah mereka juga memohon, berdoa, beristighotsah kepada selain Allah. Dan inilah yang diperangi Rasulullah, ini juga inti dari ajaran para Nabi dan Rasul seluruhnya, mendakwahkan tauhid uluhiyyah. Syaikh DR. Shalih Al Fauzan berkata: “Dari tiga bagian tauhid ini yang paling ditekankan adalah tauhid uluhiyah. Karena ini adalah misi dakwah para rasul, dan alas an diturunkannya kitab-kitab suci, dan alasan ditegakkannya jihad di jalan Allah. Semua itu adalah agar hanya Allah saja yang disembah, dan agar penghambaan kepada selainNya ditinggalkan” (Lihat Syarh Aqidah Ath Thahawiyah).
Maka perhatikanlah, sungguh aneh jika ada sekelompok ummat Islam yang sangat bersemangat menegakkan syariat, berjihad dan memerangi orang kafir, namun mereka tidak memiliki perhatian serius terhadap tauhid uluhiyyah. Padahal tujuan ditegakkan syariat, jihad adalah untuk ditegakkan tauhid uluhiyyah. Mereka memerangi orang kafir karena orang kafir tersebut tidak bertauhid uluhiyyah, sedangkan mereka sendiri tidak perhatian terhadap tauhid uluhiyyah.
Sedangkan makna ibadah adalah semua hal yang dicintai oleh Allah baik berupa perkataan maupun perbuatan. Apa maksud ‘yang dicintai Allah’? Yaitu segala sesuatu yang telah diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya, segala sesuatu yang dijanjikan balasan kebaikan bila melakukannya. Seperti shalat, puasa, bershodaqoh, menyembelih. Termasuk ibadah juga berdoa, cinta, bertawakkal, istighotsah dan isti’anah.
Maka seorang yang bertauhid uluhiyah hanya meyerahkan semua ibadah ini kepada Allah semata, dan tidak kepada yang lain. Sedangkan orang kafir jahiliyyah selain beribadah kepada Allah mereka juga memohon, berdoa, beristighotsah kepada selain Allah. Dan inilah yang diperangi Rasulullah, ini juga inti dari ajaran para Nabi dan Rasul seluruhnya, mendakwahkan tauhid uluhiyyah. Syaikh DR. Shalih Al Fauzan berkata: “Dari tiga bagian tauhid ini yang paling ditekankan adalah tauhid uluhiyah. Karena ini adalah misi dakwah para rasul, dan alas an diturunkannya kitab-kitab suci, dan alasan ditegakkannya jihad di jalan Allah. Semua itu adalah agar hanya Allah saja yang disembah, dan agar penghambaan kepada selainNya ditinggalkan” (Lihat Syarh Aqidah Ath Thahawiyah).
Maka perhatikanlah, sungguh aneh jika ada sekelompok ummat Islam yang sangat bersemangat menegakkan syariat, berjihad dan memerangi orang kafir, namun mereka tidak memiliki perhatian serius terhadap tauhid uluhiyyah. Padahal tujuan ditegakkan syariat, jihad adalah untuk ditegakkan tauhid uluhiyyah. Mereka memerangi orang kafir karena orang kafir tersebut tidak bertauhid uluhiyyah, sedangkan mereka sendiri tidak perhatian terhadap tauhid uluhiyyah.
Tauhid Nama dan Sifat
Allah
Sedangkan Tauhid Nama dan Sifat
Allah adalah mentauhidkan Allah Ta’ala dengan nama dan sifat yang telah Ia
tetapkan bagi dirinya dalam Al Qur’an dan Hadits Rasulullah shallallahu’alaihi
wasallam. Bertauhid nama dalam dan sifat Allah ialah dengan cara menetapkan
nama dan sifat yang Allah tetapkan bagi dirinya dan menafikan nama dan sifat
yang Allah nafikan dari dirinya, dengan tanpa tahrif, tanpa ta’thil dan tanpa
takyif (Lihat Syarh Tsalatsatil Ushul). Allah Ta’ala berfirman yang artinya:
“Hanya milik Allah nama-nama yang husna, maka memohonlah kepada-Nya dengan menyebut nama-nama-Nya” (Al A’raf: 180)
Tahrif adalah memalingkan makna ayat atau hadits tentang nama atau sifat Allah dari makna zhahirnya menjadi makna lain yang batil. Sebagai misalnya kata ‘istiwa’ yang artinya ‘bersemayam’ dipalingkan menjadi ‘menguasai’.
Ta’thil adalah mengingkari dan menolak sebagian sifat-sifat Allah. Sebagaimana sebagian orang yang menolak bahwa Allah berada di atas langit dan mereka berkata Allah berada di mana-mana.
Takyif adalah menggambarkan hakikat wujud Allah. Padahal Allah sama sekali tidak serupa dengan makhluknya, sehingga tidak ada makhluk yang mampu menggambarkan hakikat wujudnya. Misalnya sebagian orang berusaha menggambarkan bentuk tangan Allah,bentuk wajah Allah, dan lain-lain.
Adapun penyimpangan lain dalam tauhid asma wa sifat Allah adalah tasybih dan tafwidh.
Tasybih adalah menyerupakan sifat-sifat Allah dengan sifat makhluk-Nya. Padahal Allah berfirman yang artinya: “Tidak ada sesuatupun yang menyerupai Allah. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar Lagi Maha Melihat” (Asy Syura: 11)
“Hanya milik Allah nama-nama yang husna, maka memohonlah kepada-Nya dengan menyebut nama-nama-Nya” (Al A’raf: 180)
Tahrif adalah memalingkan makna ayat atau hadits tentang nama atau sifat Allah dari makna zhahirnya menjadi makna lain yang batil. Sebagai misalnya kata ‘istiwa’ yang artinya ‘bersemayam’ dipalingkan menjadi ‘menguasai’.
Ta’thil adalah mengingkari dan menolak sebagian sifat-sifat Allah. Sebagaimana sebagian orang yang menolak bahwa Allah berada di atas langit dan mereka berkata Allah berada di mana-mana.
Takyif adalah menggambarkan hakikat wujud Allah. Padahal Allah sama sekali tidak serupa dengan makhluknya, sehingga tidak ada makhluk yang mampu menggambarkan hakikat wujudnya. Misalnya sebagian orang berusaha menggambarkan bentuk tangan Allah,bentuk wajah Allah, dan lain-lain.
Adapun penyimpangan lain dalam tauhid asma wa sifat Allah adalah tasybih dan tafwidh.
Tasybih adalah menyerupakan sifat-sifat Allah dengan sifat makhluk-Nya. Padahal Allah berfirman yang artinya: “Tidak ada sesuatupun yang menyerupai Allah. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar Lagi Maha Melihat” (Asy Syura: 11)
Kemudian tafwidh, yaitu tidak mau menetapkan
pengertian sifat-sifat Allah, misalnya sebagian orang menolak bahwa Allah
bersemayam (istiwa) di atas Arsy kemudian berkata ‘kita serahkan makna
istiwa kepada Allah’. Pemahaman ini tidak benar karena Allah Ta’ala telah
mengabarkan sifat-sifatNya dalam Qur’an dan Sunnah agar hamba-hambaNya
mengetahui. Dan Allah telah mengabarkannya dengan bahasa Arab yang jelas
dipahami. Maka jika kita berpemahaman tafwidh maka sama dengan menganggap
perbuatan Allah mengabarkan sifat-sifatNya adalah sia-sia karena tidak dapat
dipahami oleh hamba-Nya.
“Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.” (QS.
Al-Fatihah: 3)
Dalam ayat tersebut, Allah memiliki sifat
Pengasih dan Penyayang. Allah sangat mengasihi dan menyayangi makhluk-Nya.
Namun rasa sayang yang Allah berikan pada makhluk-Nya, sesuai dengan kebesaran
dan keagungan Allah Ta’ala,
sehingga tidak bisa disamakan dengan rasa sayang yang dimiliki oleh
makhluk-Nya.Dari bukti-bukti di atas, jelaslah bahwa di dalam surah al-fatihah mengadung bahwa tauhid dibagi menjadi 3. Sehingga tidak benarlah anggapan sebagian orang yang mengatakan bahwa tidak ada dalil untuk membagi tauhid menjadi 3. Bahkan sangat jelas terdapat dalam surah al-fatihah yang seringkali kita baca.
#macam macam tauhid beserta penjelasannya #macam macam tauhid dan contoh #macam macam tauhid dan contohnya #macam macam tauhid dan penjelasan #macam macam tauhid dan syirik #macam macam tauhid menurut islam #macam macam tahidullah #macam macam tauhid #macam macam tauhid beserta contohnya #macam macam tauhid beserta contohnya #macam macam tauhid besrta pengertiannya #macam macam tauhid dalam ilmu kalam #macam macam tauhid dalam islam #macam macam Tauhid dan contohnya #macam macam tauhid dan penjelasannya
No comments:
Post a Comment