adsense

Syafat dan hakekat islam

    Di masa hidup Nabi Muhammad SAW, semua persoalan akidah merupakan masalah yang jelas dan gamblang serta tidak diperumit oleh pembuktian-pembuktian teologis atau filosofis. Hal demikian itu disebabkan oleh belum adanya sumber fitnah yang dapat mencabik-cabik persatuan kaum muslimin pada masa itu. Sedangkan permasalahan seputar akidah, biasanya muncul dari syubhah (isu) yang dilontarkan oleh kaum Ahlul Kitab (Yahudi dan Nasrani). Kesalahpahaman sebagian kaum muslimin yang dimaksud oleh beberapa ayat Al-Quran,  kedangkalan berpikir sebagian dari mereka, atau ketidaktahuan mereka tentang banyak hal yang telah diajarkan oleh Nabi SAWW. Semua faktor di atas tidak banyak mempengaruhi akidah murni Islam pada masa itu, karena Nabi SAW hadir di tengah-tengah kaum muslimin dan selalu tanggap terhadap segala hal yang mungkin dapat merongrong persatuan umatnya. 
jangan salah faham dalam islam
Namun, sunnah Allah yang berlaku untuk semua hamba-Nya menentukan bahwa semua yang hidup pasti akan mati dan berpulang kepada-Nya, termasuk kekasih dan nabi-Nya. Di lain pihak, ayat-ayat Al-Quran dan hadis Nabi SAWW menjelaskan bahwa risalah Islam adalah agama dan syariat terakhir yang diturunkan Allah untuk umat manusia dan akan selalu relevan hingga hari kiamat nanti. Oleh karena itu, sangatlah mustahil jika dikatakan bahwa Nabi SAW wafat dengan membiarkan agamanya menjadi sasaran tipu daya para musuhnya. Sangat mustahil bila beliau wafat tanpa menunjuk seorang pengganti yang siap melanjutkan misi beliau dalam menjaga keutuhan risalah, menolak semua gangguan, dan menjawab semua tudingan yang mengarah kepadanya. Dari sini, kita dapat memahami mengapa beliau SAWW begitu memberi penekanan  secara berulang-ulang ketika mengenalkan kedudukan tinggi Ahlul Bait a.s. (keluarga suci Nabi SAW) kepada umatnya. Berikut tugas agung mereka sepeninggalnya, dalam  hadis tsaqalain yaitu sebagai berikut:
إني تارك فيكم الثقلين كتاب الله و عترتي أهل بيتي ما إن تمسكتم بهما لن تضلوا بعدي أبدا
Kutinggalkan untuk kalian dua buah pusaka, yaitu kitabullah dan keluargaku. Jika kalian berpegangan pada keduanya maka kalian tidak akan tersesat selama-lamanya.
Nabi Muhammad SAW berhasil menyampaikan misi kenabiannya dalam menyampaikan ajaran risalah Islam dan menjaganya dari penyimpangan yang sangat mungkin terjadi. Namun, saat beliau SAW hendak berpamitan dengan umat dan pergi menghadap Sang Penguasa Alam, arus perselisihan pada tubuh kaum muslimin datang dengan bergelombang dan membesar setelah beliau wafat. Perselisihan itu sedemikian hebatnya sehingga merambat ke berbagai permasalahan prinsipil yang menyangkut akidah Islamiah. Keadaan ini diperparah oleh interaksi antarbangsa akibat dari semakin luasnya wilayah teritorial negeri Islam dan masuknya berbagai pemikiran filosofis bangsa Persia dan Romawi ke dalamnya. Gerakan penerjemahan dan perkembangan ilmu kalam (teologi) adalah buah yang dihasilkan oleh keadaan tersebut, meskipun banyak bukti yang menunjukkan bahwa bibit ilmu teologi sudah ada sejak awal masa kemunculan Islam.
Akibat dari interaksi yang terjadi antara ideologi Islam dan ideologi lainnya adalah masuknya berbagai istilah dan argumentasi teologi di luar Islam ke dalam pemikiran kaum muslimin. Dari sinilah muncul perselisihan dan pertentangan hebat di kalangan umat Islam yang menunjukkan betapa kaum muslimin telah jauh dari Ahlul Bait Nabi SAW, pusaka peninggalan Rasul SAW yang kedua setelah Al-Quran. Padahal, beliau SAW telah berwasiat kepada kaum muslimin semua untuk berpegangan pada keduanya demi memahami hakikat agama Islam.
Banyak permasalahan teologi yang disepakati oleh seluruh kaum muslimin sejak dahulu. Namun, di masa-masa berikutnya muncul sekelompok orang yang menentang kesepakatan tersebut, baik karena telah termakan oleh rayuan hawa nafsu, ataupun karena mereka sama sekali asing dari metode yang benar dalam sebuah pengkajian dan penelitian ilmiah. Salah satu dari permasalahan teologi ini adalah masalah syafaat.
Syafaat merupakan sebuah anugerah dan kemurahan Ilahi yang diperoleh melalui doa mustajab (yang dikabulkan) Nabi SAW untuk umatnya yang berdosa, di hari kiamat nanti. Dalam banyak hadis disebutkan bahwa syafaat ini bermacam-macam. Ada yang merupakan hak khusus Nabi Muhammad SAW dan ada juga yang menjadi hak para nabi yang lain, bahkan para syahid di jalan Allah dan para ulama. Namun, perlu dicatat bahwa syafaat di hari kiamat ini tidak diberikan kepada semua orang yang berdosa. Mereka yang kelak akan mendapatkan syafaat harus memiliki beberapa kriteria yang telah ditentukan oleh Allah SWT. Dengan demikian, jangan disalahpahami bahwa dengan adanya syafaat di hari kiamat berarti kita bebas melalaikan kewajiban dan melakukan kesalahan dan maksiat.

1.    Pengertian Syafaat
Syafaat berasal dari kata asy-sayafa’ (ganda) yang merupakan lawan kata dari al-witru (tunggal), yaitu menjadikan sesuatu yang tunggal menjadi ganda, seperti membagi satu menjadi dua, tiga menjadi empat, dan sebagainya. Ini pengertian secara bahasa. Sedangkan secara istilah, syafaat berarti menjadi penengah bagi orang lain dengan memberikan manfaat kepadanya atau menolak madharat, yakni pemberi syafaat itu memberikan manfaat kepada orang yang diberi syafaat atau menolak madharat untuknya.
2.    Syarat Terjadinya Syafaat
Syafaat yang dibenarkan adalah syafaat yeng terpenuhi di dalamnya 3 syarat, yaitu:
1.    Ridho Allah terhadap orang yang memberi syafa'at.
2.    Ridhonya Allah bagi orang yang akan diberi syafa'at. Namun, pada saat terjadi syafa'at 'udhma (syafa'at bagi seluruh orang) kelak dimauqif (tempat berkumpulnya seluruh manusia), maka syafa'at jenis ini total bagi semua orang baik yang diridhoi oleh Allah maupun tidak diridhoi.
3.    Dan mendapat izinnya Allah di dalam memberi syafa'at. Sedangkan izin ini tidak mungkin diperoleh melainkan setelah terpenuhi dua syarat diatas, ridho Allah terhadap orang yang memberi syafa'at dan yang akan dikasih syafa'at. Hal itu terkandung dalam al-Qur'an, dimana Allah berfirman:

﴿ وَكَم مِّن مَّلَكٖ فِي ٱلسَّمَٰوَٰتِ لَا تُغۡنِي شَفَٰعَتُهُمۡ شَيۡ‍ًٔا إِلَّا مِنۢ بَعۡدِ أَن يَأۡذَنَ ٱللَّهُ لِمَن يَشَآءُ وَيَرۡضَىٰٓ٢٦ ﴾ [ النجم : 26]

"Dan berapa banyaknya malaikat di langit, syafa'at mereka sedikitpun tidak berguna, kecuali sesudah Allah mengijinkan bagi orang yang dikehendaki dan diridhai (Nya)".  (QS an-Najm: 26).

3.    Macam-macam Syafaat
a.    Syafaat macam Pertama
Syafaat yang didasarkan pada dalil yang kuat dan shahih, yaitu ditegaskan Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam Kitab-Nya, atau yang dijelaskan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
-            Syafaat Umum
Makna umum,  Allah mengizinkan kepada salah seorang dari hamba-hamba-Nya yang shalih untuk memberikan syafaat kepada orang-orang yang diperkenankan untuk diberi syafaat. Syaaat ini diberikan kepada Nabi Muhammad saw, nabi-nabi lainnya, orang-orang jujur, para syuhada, dan orangorang shalih. Mereka memberikan syafaat kepada penghuni neraka dari kalangan orang-orang beriman yang berbuat maksiat agar mereka keluar dari neraka.
-            Syafaat Khusus
Syafaat khusus, yaitu syafaat yang khusus diberikan kepada Nabi Muhammad saw dan merupakan syafaat terbesar yang terjadi pada hari Kiamat. Tatkala manusia dirundung kesedihan dan bencana yang tidak kuat mereka tahan, mereka meminta kepada orang-orang tertentu yang diberi wewenang oleh Allah untuk memberi syafaat. Mereka pergi kepada Nabi Adam, Nuh, Ibrahim, Musa, dan Isa. Tetapi mereka semua tidak bisa memberikan syafaat hingga mereka datang kepada Nabi saw, lalu beliau berdiri dan memintakan syafaat kepada Allah, agar menyelamatkan hamba-hamba-Nya dari adzab yang besar ini. Allah pun memenuhi permohonan itu dan menerima syafaatnya.

b.    Syafaat macam Kedua
Syafaat batil yang tidak berguna bagi pemiliknya, yaitu anggapan orang-orang musyrik bahwa tuhan-tuhan mereka dapat memerintahkan syafaat kepada Allah. Syafaat semacam ini tidak bermanfaat bagi mereka seperti yang difirmankan-Nya:

فَمَا تَنفَعُهُمْ شَفَاعَةُ الشَّافِعِين
“Maka tidak berguna lagi bagi mereka syafaat dari orang-orang yang memberikan syafaat.” (QS. Al-Mudatstsir: 48)

Demikian itu karena Allah tidak rela kepada kesyirikan yang dilakukan oleh orang-orang musyrik itu dan tidak mungkin Allah memberi izin kepada para pemberi syafaat itu, untuk memberikan syafaat kepada mereka; karena tidak ada syafaat kecuali bagi orang yang diridhai Allah. Allah tidak meridhai hamba-hamba-Nya yang kafir dan Allah tidak senang kepada kerusakan.

4.    Hukum Meminta Syafaat
Telah kita ketahui bersama bahwa syafa’at adalah milik Allah, maka meminta kepada Allah hukumnya disyariatkan, yaitu meminta kepada Allah agar para pemberi syafa’at diizinkan untuk mensyafa’ati di akhirat nanti. Seperti, “Ya Allah, jadikanlah Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam pemberi syafa’at bagiku. Dan janganlah engkau haramkan atasku syafa’atnya”.
Adapun meminta kepada orang yang masih hidup, maka jika ia meminta agar orang tersebut berdo’a kepada Allah agar ia termasuk orang yang mendapatkan syafa’at di akhirat maka hukumnya boleh, karena meminta kepada yang mampu untuk melakukanya.
Namun, jika ia meminta kepada orang tersebut syafa’at di akhirat maka hukumnya syirik, karena ia telah meminta kepada seseorang suatu hal yang tidak mampu dilakukan selain Allah.  Adapun meminta kepada orang yang sudah mati maka hukumnya syirik akbar baik dia minta agar dido’akan atau meminta untuk disyafa’ati.

5.    Manfaat Syafaat
-          Membuat kita semakin optimis bahwa kita akan mendapat pertolongan dari Nabi Muhammad SAW.
-          Meningkatkan ibadah serta amal baik kita, dan berharab semoga kita menjadi orang mu’min yang soleh sehingga mampu memberikan syafaat kepada orang lain.
-          Kita akan lebih berhati-hati dalam menjalani kehidupan didunia, agar kita tidak menjadi orang yang jauh dari Allah, Muhammad, dan Orang-orang Mu’min agar kita bukan tergolong orang-orang yang musyrik.
-          Kita akan lebih mengerti bahwa orang-orang yang syirik tidak akan mendapatkan syafaat dari siapapun termasuk dari Allah SWT.



















DAFTAR PUSTAKA

No comments:

Post a Comment